Jakarta (ANTARA News) - Target pemerintah terhadap rupiah pada tahun 2008 sebesar Rp9.100 dinilai sangat berat, karena dikhawatirkan krisis pasar uang global dalam waktu dekat masih belum mereda.
"Rupiah untuk mencapai angka Rp9.100 per dolar AS memerlukan waktu yang lama, apalagi krisis gagal bayar kredit perumahan di AS (Subprime Mortgage) pengaruhnya terhadap pasar global masih berlanjut," kata Direktur Currency Management Board, Farial Anwar di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, kasus kredit perumahan "subprime" AS yang menggoyangkan pasar uang global bisa berlangsung lama termasuk yang mengenai rupiah Indonesia.
"Kalau kasus ini tak terbendung, rupiah diperkirakan akan bisa mencapai angka Rp10.000 per dolar AS yang saat ini sudah mencapai Rp9.500 per dolar AS," katanya.
Pemerintah, lanjut dia, harus memperhitungkan hal ini jangan hanya mengatakan, rupiah masih oke sesuai dengan apa yang diperkirakan rupiah akan berkisar antara Rp8.500 hingga Rp9.500 per dolar AS.
Menurut dia, rupiah yang melemah terus akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun berikutnya.
Ditanya mengenai target pertumbuhan ekspor 2008 sebesar 9,4 persen, menurut dia, juga sulit dicapai karena orientasi ekspor Indonesia lebih banyak ke Amerika Serikat yang saat ini pertumbuhan ekonominya melambat.
"Kami memperkirakan pertumbuhan ekspor sebesar itu juga berat dicapainya, karena ekonomi negara-negara Eropa dan Amerika saat ini kurang menguntungkan," katanya.
Indonesia, lanjut dia memang aktif melakukan kegiatan usaha dengan China dan India, namun fokus pasar yang terbesar berasal dari Amerika.
Bahkan kedua negara Asia itu aktif melakukan bisnis dagangnya AS dengan nilai cukup besar, karena gejolak pasar uang yang terjadi di Amerika yang merembes ke negara lain akan juga mengimbas China maupun India meski keduanya mampu mengatasi gejolak tersebut, katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007