Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah, menegaskan depresiasi rupiah hingga mendekati Rp9.500 per dolar AS masih "oke", namun demikian BI akan tetap menjaga agar "volatilitas" rupiah tetap terjaga sehingga tak memaksa otoritas moneter mengambil kebijakan yang tidak perlu. "Angka yang sekarang ini masih dalam kisaran yang dulu kami katakan bahwa kelihatannya dalam perekonomian ini tarik-menarik antara eksportir dan importir pada Rp8.500 sampai Rp9.500. Jadi pada level itu saya kira masih `oke`. Kami memang mencermati supaya depresiasinya jangan terlalu dalam karena akan mengganggu stabilitas, mempengaruhi tingkat inflasi dan kemudian memaksa otoritas moneter untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu," katanya, usai penyampaian Keterangan Pemerintah atas RAPBN 2008 dan Nota Keuangannya di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis. Dikatakannya krisis kredit perumahan di AS (subprime mortgage) telah diantisipasi BI dengan cara memastikan apakah ada perbankan Indonesia yang ikut terlibat di dalamnya serta melakukan intervensi ke pasar uang untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. "Ternyata perbankan kita tidak ada sama sekali karena memang mereka mengikuti aturan BI bahwa bank tidak boleh berinvestasi di obligasi yang memiliki "grade" sangat tinggi AAA," katanya. Menurut dia, melemahnya nilai tukar rupiah sulit ditahan, mengingat kondisi ini terjadi di hampir semua mata uang global, kecuali mata uang Jepang, yen. "Kami terus berada di pasar. Kami terus melakukan upaya untuk men-"smooth out" volatilitas-nya," katanya. Ditanya tentang toleransi BI, ia menjelaskan BI memiliki "range" volatilitas yang bisa ditoleransi, namun ia menolak menjelaskan "range" tersebut. "Sampai saat ini BI melihat inflasi masih dalam target semula, sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Demikian pula tidak ada perubahan kebijakan suku bunga BI hingga saat ini," kata Burhanuddin. Meski demikian, dia mengakui saat ini telah terjadi aliran modal keluar (capital out flow) dari portofolio Sertifikat Bank Indonesia (SBI). "Angka yang saya lihat memang sudah turun, sehingga kepemilikan asing di SBI tinggal sekitar 2,5 miliar dolar AS," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007