Jakarta (ANTARA News)- Pemerintah dinilai terlalu optimis dalam mencanangkan target pertumbuhan ekonomi pada 2008 sebesar 6,8 persen, sedangkan konsensus pasar berdasar survei hanya 6,1 persen. "Target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen ini `ambisius`, karena pemerintah tidak memperhitungkan konsensus pasar yang berdasarkan survei hanya 6,1 persen," kata pengamat moneter dari Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, target pertumbuhan sebesar itu dikhawatirkan hanya bersifat politis saja, tanpa memperhitungakan kondisi pasar yang ada. "Kami harapkan pemerintah tidak membuat target pertumbuhan itu hanya sekedar untuk menyenangkan saja, ucapnya. Ia mengatakan Standard Chartered Bank sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2008 akan berkisar antara 6,0 sampai 6,3 persen. Pertumbuhan ekonomi pada tahun ini memang mencapai 6 persen dan pada tahun berikut sedikit lebih baik, namun tidak sebesar yang diperkirakan pemerintah. Target pemerintah sebesar itu, lanjut dia, memerlukan kerja sangat keras, seperti yang terjadi di China, para pekerja dipaksa kerja keras sampai 24 jam. Upaya kerja keras itu untuk meningkatkan produksi produk barang yang melampaui batas (over produksi), namun tanpa memperhitungkan kesehatan para pekerjanya, katanya. Apalagi, menurut dia, pasar saat ini kurang kondusif, seperti kasus kredit perumahan "subprime mortgage" di Amerika Serikat yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi global. Namun kasus tersebut diharapkan tidak berlangsung lama, meski rupiah tertekan hingga mencapai level Rp9.500 per dolar AS, katanya. Ditanya angka inflasi sebesar 6 persen, ia mengemukakan bisa tercapai, sedangkan rupiah yang ditargetkan sebesar Rp9.100 per dolar AS memerlukan waktu untuk kembali menguat. (*)
Copyright © ANTARA 2007