Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia harus bisa mengantisipasi dampak pertumbuhan ekonomi China dan India yang selama 25 tahun terakhir berkembang pesat. "Mereka merupakan pasar barang, jasa dan pariwisata yang besar bagi Indonesia. Tapi, kalau pertumbuhan mereka anjlok itu juga beresiko bagi kita," katanya dalam diskusi "Major Power and Global Economic Order: Issues and Challenges for Indonesia" yang digelar Centre for Dialogue and Coorperation among Civilizations di Jakarta, Rabu malam. Jumlah penduduk China dan India yang totalnya mencapai 2,4 miliar jiwa sangat mempengaruhi permintaan komoditi ekspor unggulan Indonesia. "Dampaknya harga komoditi jadi tinggi karena permintaan yang juga tinggi dari dua negara itu," ujarnya. Kekhawatiran terjadinya penurunan pertumbuhan di dua negara itu antara lain disebabkan ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi antara kota dan daerah. "Di China, pendapatan perkapitanya tidak seragam, di Shanghai bisa mencapai 6.000 dolar AS per kapita sedangkan di kota lain hanya 200-400 dolar AS," tambahnya. Hanya 400 juta penduduk China yang tergolong makmur, sedangkan 800 juta lainnya masih masuk kategori miskin. Untuk bisa melepaskan diri dari ketergantungan ekonomi dua kekuatan ekonomi dunia yang baru itu, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya di pasar dunia dan menciptakan pasar khusus (niche) bagi produk Indonesia. "Kita tidak bisa bersaing langsung dengan China misalnya karena skala produksinya lebih besar sepuluh kali bahkan 100 kali dari Indonesia," ucapnya. Meski demikian, Indonesia memiliki keunggulan dalam hal sumber daya alam yang melimpah. "Kita harus bisa mencari niche (pasar khusus) dan meningkatkan kualitas produk kita yang berasal dari sumber daya alam kita," jelasnya. Peningkatan daya saing Indonesia dapat terlihat dari banyaknya investasi yang masuk. Untuk itu, pemerintah melakukan reformasi sistem pemerintahan. Mendag memaparkan lima hal yang dicari investor adalah tenaga kerja yang murah, layanan pabean yang cepat, tingkat efisiensi jasa pendukung yang tinggi (misal telekomunikasi dan transportasi), adanya kepastian hukum dan kualitas layanan pemerintah yang baik serta kondisi pasar modal yang mendukung. "Itu hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan reformasi oleh pemerintah," ucapnya. Dalam hal pelayanan oleh pemerintah, Mendag menegaskan, ujung tombak reformasi berada di tangan pemerintah daerah sebagai pelaksana sementara pemerintah pusat hanya menetapkan norma-normanya saja. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007