Jakarta (ANTARA News) - Tubuhnya kecil, mengenakan kaos hijau lengan pendek yang kebesaran menutupi kaos lengan panjang berwarna merah di dalamnya dipadu jilbab hitam.
Kesederhaan terpancar di wajahnya yang polos bersih dari riasan kosmetik dan pakaian yang dikenakannya.
Siapa yang menyangka, Tasni, perempuan berusia 41 itu menghasilkan Rp100 juta setiap bulannya dari usaha penyulingan minyak daun cengkeh dan minyak nilam di kediamannya.
Ibu dua anak asal desa Wonorejo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung Jawa Timur itu berhasil meningkatkan kesejahteraan keluarganya, dari yang awalnya hanya petani.
Tasni bersama suami awalnya hanya bertani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sekeluarga. Namun keberuntungan mulai menyapa sejak ia mendapatkan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2011.
Karena mendapatkan bansos, ia tidak terlalu khawatir lagi kebutuhan sekolah kedua anaknya.
PKH merupakan bantuan sosial bersyarat bagi keluarga tidak mampu yang memiliki ibu hamil, bayi, anak usia sekolah, lansia tidak mampu dan penyandang disabilitas berat.
Tasni akhirnya memberanikan diri meminjam modal usaha ke bank dengan mengagunkan sertifikat tanah tempat gubuk tempat tinggal mereka berdiri.
Dengan modal usaha sebesar Rp50 juta, ia memulai usaha penyulingan minyak daun cengkeh dan daun nilam. Inspirasi muncul untuk mengolah daun cengkeh yang selama ini hanya menjadi sampah yang tidak dimanfaatkan.
"Saya melihat banyak sekali daun cengkeh yang rontok dan terbuang begitu saja, akhirnya saya berpikir untuk menyuling menjadi minyak," kata Tasni yang tinggal di kawasan Perkebunan Nusantara di Tulungagung.
Berbekal ilmu otodidak dan pengalaman hidup serta kesabaran dan kegigihan, perempuan yang hanya lulusan SD itu menjalankan usahanya hingga berbuah manis.
Dari usaha penyulingan manual di rumahnya tersebut, dalam sebulan setidaknya Tasni mendapat penghasilan Rp100 juta, ia juga mampu mempekerjakan ibu-ibu tetangga dan warga dari tujuh desa disekitarnya sehingga membantu perekonomian mereka.
Dalam sehari, Tasni mampu menghasilkan sekitar 24 liter minyak daun cengkeh dari delapan ketel penyulingan manualnya.
Ke depan Tasni berencana melebarkan usahanya dengan memproduksi minyak serai dan mulai merintis penanaman serai bersama warga sekitarnya.
Setelah ekonomi keluarga semakin membaik, bahkan mampu membantu warga lain, maka ia memutuskan untuk keluar dari peserta PKH.
"Alhamdulillah bisa mengubah nasib kami sekeluarga dan keluar dari PKH karena sudah mampu, sebab masih banyak yang membutuhkan bantuan PKH," katanya.
Mandiri
Selain Tasni, masih banyak penerima bansos PKH yang akhirnya bisa mandiri dan keluar dari kemiskinan.
Seperti Jumiati (45), lewat usaha bakso dan mie ayam Pandawa Lima, warga desa Pucang Telu Kecamatan Kalitengah Lamongan Jawa Timur itu kini telah berhasil mempekerjakan empat orang yang juga keluarga penerima manfaat PKH.
"Sebelumnya saya berjualan bakso dan mie ayam kecil-kecilan, berkat ikut Kube dapat bantuan modal usaha Rp3 juta, sampai sekarang usaha saya berkembang," kata Jumiati.
Jumiati sebelumnya juga merupakan KPM PKH pada 2013 dan saat ini berkat usaha bakso dan mie ayam yang terus berkembang, ia keluar dari PKH secara mandiri pada 2015.
Dari usaha bakso dan mie ayam itu ia bisa menghasilkan pendapatan minimal Rp2 juta dalam sehari.
Bukan hanya meningkatkan kesejahteraan keluarganya, Jumiati juga ikut membantu perekonomian warga dengan mempekerjakan empat orang yang juga penerima PKH.
Selain usaha bakso dan mie ayam, ia juga mulai merintis usaha jamu beras kencur dan kunyit asam yang dikemas dalam botol minuman.
Keberhasilan Tasni dan Jumiati serta keluarga miskin lainnya meningkatkan kesejahteraan mereka tidak lepas dari dukungan pemerintah lewat berbagai program dan semangat untuk mengubah nasib menjadi lebih baik tentunya.
Program yang paling besar dampak penurunan kemiskinan berdasarkan hasil survei Bappenas adalah PKH, tentunya juga dengan kolaborasi berbagai program pengentasan kemiskinan lainnya.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan pada 2017 sebanyak 310 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH telah graduasi atau keluar dari kepesertaan program secara mandiri karena meningkatnya kesejahteraan.
Kemensos mencatat sejak awal PKH disalurkan pada 2007 hingga saat ini ada sekitar 1,5 juta KPM yang sudah graduasi mandiri.
Penurunan Kemiskinan
Bansos PKH dimulai sejak 2007 dan hingga saat ini jangkauannya terus meluas dari 2,7 juta keluarga (2014), menjadi 6 juta keluarga (2016), sekarang 10 juta keluarpa (2018).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi penurunan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 630 ribu orang menjadi 25,95 juta orang atau 9,82 persen per Maret 2018 dibandingkan per September 2017 (26,58 juta orang atau 10,12 persen).
Persentase angka kemiskinan sebesar 9,82 persen per Maret 2018 tersebut, merupakan angka terendah sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Capaian itu menurut BPS disebabkan antara lain bantuan sosial meningkat 87,6 persen seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Beras Sejahtera (Rastra) yang ada di Kementerian Sosial.
Pemerintah terus berupaya agar angka kemiskinan dapat terus menurun menyentuh angka 9,3 persen. Guna mewujudkan hal tersebut maka kinerja penyaluran bantuan sosial PKH terus diupayakan agar efektif dan efisien.
Langkah-langkah yang telah dilakukan di antaranya percepatan penyaluran bantuan sosial melalui rencana aksi Februari Tuntas, Mei Tuntas, Agustus Tuntas dan November Tuntas.
Dengan suksesnya penyaluran PKH yang tepat sasaran, tepat jumlah serta efisien, maka akan semakin banyak keluarga tidak mampu yang akan menerima manfaat bansos dan kehidupannya lebih baik sehingga semakin banyak Tasni dan Jumiati lainnya yang bermunculan.
Ekonomi bangsa pun semakin meningkat sehingga tujuan untuk mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia bisa terwujud.
Baca juga: Perjuangan pendamping PKH lewati lumpur-arungi laut
Baca juga: Mensos bantah penaikan anggaran PKH untuk tujuan elektabilitas
Baca juga: Kemensos targetkan 800 ribu penerima PKH mandiri
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018