Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Faisal Basri yang pernah mencoba mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta mengatakan, munculnya wacana calon perseorangan dalam pilkada adalah bukti kebobrokan partai sehingga calon perseorangan yang ingin ikut pilkada tidak perlu dipersulit dengan syarat perlunya dukungan dari masyarakat yang tinggi. "Disamakan saja seperti di Aceh. Calon independen (perseorangan) ini kan tidak punya struktur dan akses untuk mendapatkan 10 persen (dukungan suara pemilih) itu, kecuali dengan upaya sendiri. Tidak seperti partai yang sudah punya infrastruktur," kata Faisal kepada ANTARA News seusai diskusi "Peranan Akademisi Untuk Kemajuan Bangsa" di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Rabu. Beberapa partai mengusulkan calon perseorangan perlu didukung sedikitnya 15 persen dari jumlah pemilih, sama dengan syarat dukungan bagi parpol atau gabungan parpol. Sementara bagi calon perseorangan di Aceh, syarat dukungannya sebesar tiga persen dari jumlah penduduk. Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 59 ayat 2 disebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan suara sekurang-kurangnya 15 persen. Faisal Basri mencontohkan bahwa calon perseorangan itu bagai pintu darurat dalam pesawat bagi kondisi politik di negara yang bersangkutan, dimana pintu tersebut harus dijaga baik, dan dipermudah penggunaannya. "Jadi pandangan (syarat dukungan yang tinggi) itu disebabkan karena calon independen itu dianggap sebagai hantu bukan sebagai katup pengaman, pengimbang dan pintu darurat," kata Faisal yang menyatakan bahwa ia tidak berminat untuk mencalonkan diri lagi lewat jalur independen.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007