Di sana kami belajar tentang adat istiadat, budaya, kehidupan masyarakat serta berbagai hal lainnya yang sangat unik bagi kami dan nantinya bisa diceriterakan kepada teman-teman yang ada di Kota Pekan Baru

Ambon, (ANTARA News) - Penulisan buku berjudul `Cerita Nusantara Kami` setebal 424 halaman yang dirangkum dari 751 peserta Siswa Mengenal Nusantara tahun 2017 dinilai belum sistematis dan tidak fokus.

"Muatan dari buku ini lebih mengarah pada ucapan-ucapan terimakasih dan penjelasan mengenai budaya, tempat-tempat wisata, makanan khas dan kerukunan hidup antarumat beragama, pergaulan sosial yang harmonis tidak dijelaskan secara mendalam," kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura Ambon, Dr. Luis Ubra di Ambon, Sabtu.

Penjelasan tersebut disampaikan Ubro di hadapan 23 peserta SMN 2018 di markas Dodik Bela Negara Rindam XVI/Pattimuta Ambon dengan tema bedah buku `Cerita Nusantara Kami` yang merupakan program Kementerian Badan Usaha Milik Negara dengan motto BUMN Hadir Untuk Negeri.

Sehingga diharapkan ke depannya penulisan buku seperti ini oleh para siswa bisa lebih baik.

"Kemudian isi buku ini mencakup berbagai aspek dari keragaman dan ini adalah sesuatu yang baik, tetapi saya usulkan supaya ke depan lebih fokus pada suatu tema tertentu," jelas Luis.

Misalnya tentang fokus ke masalah budaya saja atau tempat-tempat wisata, dimana sajian-sajian informasi atau penjelasan dalam buku ini bisa menjadi sumber pembelajaran bagi banyak orang.

Kelemahan lainnya adalah tidak dipandu dengan sebuah penulisan metode ilmiah yang baik.

Maka ke depannya diharapkan ada metode penulisan yang ditawarkan dalam menuntun para siswa yang mengikuti kegiatan ini mempedomani penulisan dan mereka harus dibimbing oleh para guru pendamping agar penulisan bukunya benar-benar bermutu dan bisa memberikan suatu nilai tambah.

Nilai tambah ini baik dari aspek pengetahuan, sikap, mau pun aspek ketrampilan bagi banyak orang terutama buku ini akan mengklarifikasi pemahaman-pemahanan keliru yang selama ini mungkin saja ada dalam benak masyarakat.

"Sebaiknya mereka fokus hanya pada suatu masalah tertentu saja dan jangan menyebar pada beberapa kota di sebuah provinsi dan tidak boleh membias sehingga dengan waktu yang relatif singkat ini dapat menghasilkan sesuatu yang maksimal.

Pembicara lainnya dalam kegiatan bedah buku tersebut, Ace Sahusilawane mengatakan, daftar isi dari buku tersebut belum sesuai dengan apa yang ada dalam halamannya.

Dia mencontohkan halaman 299 dari buku `Cerita Nusantara Kami` yang isinya tidak sama dengan yang tertera seperti di daftar isi karena menyebutkan Kalimantan Utara dan ada ucapan terima kasih kepada BUMN selaku sponsor.

"Tujuan penulisan buku ini adalah memperkenalkan keragaman budaya daerah lain kepada masyarakat, jadi seharusnya fokus pada satu masalah," ujar Sahusilawane yang juga mantan Kadis Pariwisata Maluku.

Dalam sesi tanya jawab, dia menjelaskan bagaimana mempertahankan adat dan budaya khas masyarakat Maluku di era perkembangan zaman sekarang ini seperti mewajibkan para pegawai mengenakan pakaian adat Maluku maupun belajar tari-tarian khas daerah agar tidak punah.

Sementara ketua rombongan SMN, Renaldi Febrian dari SMA Negeri VIII Pekan Baru Provins Riau mengatakan selaku peserta SMN provinsi Riau ini baru pertama kali menginjakkan kaki di tanah Maluku dan sempat mengunjungi salah satu objek wisata alam di Kota Tual.

"Di sana kami belajar tentang adat istiadat, budaya, kehidupan masyarakat serta berbagai hal lainnya yang sangat unik bagi kami dan nantinya bisa diceriterakan kepada teman-teman yang ada di Kota Pekan Baru," katanya.

Dia mengakui sangat banyak keunikan dan objek wisatanya di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara sangat menarik, seperti Pantai Pasir Panjang yang memiliki pasir terhalus nomor empat di dunia.

"Merupakan suatu kehormatan bagi kami untuk dapat mengunjungi salah satu objek wisata yang telah terkenal di kancah internasional," tandasnya

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018