Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kementerian Negara BUMN, Muhammad Said Didu mengatakan, privatisasi BUMN justru akan merugikan negara bila ternyata tidak mampu mendongkrak pendapatan negara melalui pajak, dividen, dan menyerap tenaga kerja. "Yang diambil negara dari BUMN adalah pajak, dividen, dan penampungan tenaga kerja. Selama ketiganya naik sangat menguntungkan bagi negara dan ini manfaat privatisasi BUMN," katanya di Jakarta, Rabu. Namun, bila yang terjadi justru sebaliknya atau ketiga indikator anjlok maka privatisasi dinilai merugikan negara. Said mencontohkan, privatisasi terhadap PT Telkom berindikasi positif sebab keuntungan perseroan langsung naik dari Rp1 triliun menjadi lebih dari Rp10 triliun pasca dilakukan privatisasi. "Walaupun saat kepemilikan negara masih 100 persen, dividen bisa diambil 100 persen tetapi jumlahnya justru lebih banyak sekarang saat kepemilikan negara tinggal 51 persen tetapi keuntungannya jauh lebih tinggi. Apalagi 35 persennya langsung diambil dalam bentuk pajak," katanya. Menurut Said, indikator keberhasilan privatisasi BUMN adalah pajak, dividen, dan penyerapan tenaga kerja serta tidak ada kaitannya dengan kepemilikan modal. Ia mengatakan, hingga kini ada 11 BUMN ditambah Indosat yang menguasai sekitar 40 persen kapitalisasi di pasar modal. "Yang perlu ditekankan adalah kalau perusahaan sudah dimiliki publik semua menjadi transparan dan tidak ada lagi yang bisa intervensi," katanya. Pemerintah bertekad untuk membenahi semua BUMN dengan meningkatkan efisiensi dan tidak melulu harus melalui privatisasi. "Remunerasi juga harus diperbaiki semuanya," katanya. Said menekankan bahwa privatisasi tidak boleh dilakukan hanya karena ada pihak yang akan membeli tetapi semata-mata dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. "Jangan privatisasi hanya karena ada yang mau beli tapi privatisasi karena kita ingin menjual untuk meningkatkan kinerja perusahaan," kata Said Didu.
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007