Surabaya (ANTARA News) - Peserta program Siswa Mengenal Nusantara (SMN) 2018 asal Sumatera Selatan (Sumsel) belajar membatik di Pulau Madura dengan mengunjungi pusat batik Tresna Art di Jalan KH Moch Kholil, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Sabtu.

Peserta SMN yang berjumlah 23 orang itu dibagi dalam beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari lima.

Tiap kelompok disediakan kompor dan wajan berukuran kecil untuk mencairkan "malam", sebagai sarana untuk membatik, serta masing-masing siswa memegang canting dan kain berukuran sapu tangan, sehingga semuanya berkesempatan belajar membatik secara langsung.

"Sebelum mereka belajar membatik tadi saya beri pemahaman tentang kebudayaan batik terlebih dahulu," ujar Pengelola Tresna Art, Supi Andi.

Saat memberi paparan pemahaman, dia menekankan generasi muda harus melestarikan kebudayaan batik yang telah diwariskan oleh nenek moyang.

"Setelah mendapat pemahaman tentang kebudayaan batik, biasanya mereka kemudian punya keinginan untuk melestarikannya. Bagaimana caranya melestarikannya, ya dengan belajar membatik," katanya.

Batik Madura, lanjut dia, memiliki ciri khas tertentu jika dibandingkan dengan karya batik asal daerah lain di Indonesia.

"Salah satunya selalu ada warna merah marun di karya batik Madura. Untuk motif gambarnya, di tiap daerah penghasil batik di Madura, juga memiliki motif khas tertentu," ujarnya.

Baca juga: Peserta SMN asal Kaltara ingin buka toko "online"

Baca juga: BUMN Hadir - Siswa Kaltara belajar "digital learning" dari Telkom

Supi mencontohkan karya batik asal Desa Patengteng, Kecamatan Modung, Bangkalan, bermotif khas mata ikan dan daun pacar Cina. "Dulu batik Patengteng dari Modung ini juga ada yang bemotif perahu".

Selain itu, batik dari Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan, pilihan gambarnya lebih bervariasi, di antaranya bermotif "simalaya" atau percikan ombak, "ramok" atau akar dan "membeh" atau daun mimba.

"Batik asal Tanjung Bumi ini dikenal dengan istilah Batik Gentongan karena proses pewarnaannya sampai sekarang masih disimpan berlama-lama ke dalam gentong hingga berhari-hari. Kalau dulu proses pewarnaan dengan cara disimpan di dalam gentong ini sampai berbulan-bulan atau bahkan lebih dari setahun," katanya, menjelaskan.

Namun untuk mengajarkan pembuatan batik kepada peserta SMN asal Sumsel, Supi membebaskan kreasi siswa, dengan mengesampingkan motif-motif khas asal Madura. "Karena para siswa ini berasal dari Sumatera Selatan. Di daerah asalnya pasti mereka punya motif khas sendiri, jadi saya bebaskan mereka mau menggambar apa sesukanya," ucapnya.

Ida Rosita, salah seorang peserta SMN asal SMAN 1 Belitang III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumsel, merasa mendapat pengalaman berharga bisa belajar membatik secara langsung.

"Proses membatik ternyata sangat susah. Saya justru terkagum dengan ibu-ibu di sini yang sangat luar biasa dan bisa membatik dengan bagus. Saya ingin sekali bisa membatik seperti itu," katanya.

Bagi dia, batik adalah salah satu ciri khas kebudayaan Indonesia yang telah dikenal di dunia internasional, tetapi justru dipatenkan oleh negara tetangga. "Batik Indonesia perlu dilestarikan sebagai ekstrakurikuler bagi anak-anak muda zaman sekarang".

Baca juga: Peserta SMN jajal panser batalyon mekanis 201

Baca juga: Artikel - Asa di pulau "dua tuan"

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo dan Hanif Nashrullah
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018