"Investor tetap berhati-hati karena kenaikan persediaan mengejutkan pada Rabu (15/8) di AS masih segar dalam pikiran mereka"

New York (ANTARA News) - Harga minyak mentah naik pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), namun jatuh untuk periode minggu ini, karena kekhawatiran bahwa kelebihan pasokan akan membebani pasar AS.

Selain itu perselisihan perdagangan dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global akan mengurangi permintaan minyak.

Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, naik 0,45 dolar AS atau 0,7 persen, menjadi menetap di 65,91 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah menyentuh tertinggi sesi di 66,39 dolar AS.

Sementara itu, patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober, naik 0,40 dolar AS atau 0,6 persen menjadi ditutup pada 71,83 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah menyentuh setinggi 72,49 dolar AS pada awal sesi.

Minyak mentah AS turun untuk minggu ketujuh berturut-turut, dan patokan global Brent turun untuk minggu ketiga berturut-turut. Untuk minggu ini, Brent turun 1,4 persen dan minyak mentah AS turun 2,6 persen.

"Salah satu kekhawatiran terbesar di luar sana adalah bahwa jumlah permintaan Tiongkok turun jika pertumbuhan PDB Tiongkok melambat," kata Tariq Zahir, anggota pengelola di Tyche Capital di New York.

Penurunan harga-harga telah membebani dana-dana (funds) dengan eksposur minyak.

Dua dari hedge fund yang berfokus pada energi terbesar di dunia, Andurand Capital dan BBL Commodities, mengalami persentase penurunan dua digit pada Juli karena harga minyak jatuh paling dalam dalam dua tahun, sumber yang akrab dengan masalah ini mengatakan kepada Reuters.

Manajer-manajer uang memotong posisi jangka panjang minyak mentah berjangka AS dan opsi mereka ke terendah dalam hampir dua bulan dalam sepekan hingga 14 Agustus, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) mengatakan.

Kemunduran Jumat (17/8) dari tertinggi sesi terjadi karena meningkatnya kekhawatiran bahwa persediaan minyak mentah AS akan membukukan kenaikan berturut-turut, kata Bob Yawger, direktur berjangka di Mizuho Americas.

Data pemerintah AS minggu ini menunjukkan peningkatan besar dalam persediaan minyak mentah, dengan produksi juga meningkat.

"Investor tetap berhati-hati karena kenaikan persediaan mengejutkan pada Rabu (15/8) di AS masih segar dalam pikiran mereka," kata bank ANZ, Jumat (17/8).

Jumlah rig pengeboran minyak AS, sebuah indikator produksi mendatang, tidak berubah minggu ini di 869 rig, jauh lebih tinggi dari 763 rig yang beroperasi setahun yang lalu, menurut perusahaan energi Baker Hughes.

Penyeret utama lainnya pada harga adalah prospek ekonomi suram karena ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, dan melemahnya mata uang negara berkembang yang membebani pertumbuhan dan konsumsi bahan bakar, kata para pedagang dan analis.

Bank investasi AS Jefferies mengatakan "ada pengurangan permintaan" untuk minyak mentah dan produk olahan dari negara-negara berkembang, sementara bank DBS Singapura mengatakan bahwa data Tiongkok menunjukkan "penurunan yang stabil" dalam aktivitas dan bahwa "ekonomi menghadapi `headwinds` tambahan karena meningkatnya ketegangan perdagangan".

Sementara itu, MUFG Bank Jepang mengatakan bahwa melemahnya lira Turki akan membatasi pertumbuhan lebih lanjut dalam permintaan bensin dan solar tahun ini.

"Meski penularan ke negara-negara berkembang dan kekhawatiran perlambatan Tiongkok tampak agak berlebihan, namun fundamental maupun sentimen akan memberikan dukungan untuk harga-harga komoditas lebih tinggi," kata Julius Baer Head of Macro and Commodity Research Norbert Rucker.

Lebih jauh lagi, sama seperti permintaan yang tampaknya melambat, pasokan terlihat akan meningkat, meningkatkan hambatan di pasar.

Meskipun banyak faktor bearish, para analis mengatakan harga minyak tertahan dari penurunan lebih lanjut karena sanksi AS terhadap Iran, yang menargetkan sektor keuangan mulai Agustus dan akan mencakup ekspor minyak mulai November.

"Ekspor minyak mentah Iran masih mendekati dua juta barel per hari (bph) pada Juli dan kemungkinan akan mulai turun secara dramatis pada Agustus ketika sanksi keuangan mulai berlaku. Dengan sanksi ekspor minyak sekarang tiga bulan lagi, kami memperkirakan ekspor turun lebih dari 500.000 bph pada akhir kuartal ketiga," kata Jefferies.

Baca juga: Hadiah HUT RI, anak usaha PGN temukan cadangan minyak
Baca juga: Harga minyak naik, prospek permintaan makin suram

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018