Bogor (ANTARA News) - Sebuah riset yang dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) memperkirakan bahwa berdasarkan hasil proyeksi penawaran dan permintaan beras, maka tahun 2010 akan terjadi defisit pasokan beras sebanyak 12 juta ton per tahun.
Menurut penelitian Rita Nurmalina, mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB berjudul "Model Ketersediaan Beras yang Berkelanjutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional" yang dipublikasikan di Kampus Darmaga, Rabu, permintaan beras meningkat seiring pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan perubahan selera.
Sementara itu, pertumbuhan produksi beras nasional lambat atau bisa dikatakan stagnan.
"Keadaan stagnan ini mungkin terjadi karena adanya konversi lahan produktif menjadi lahan perumahan dan industri," katanya.
Ia mengemukakan dalam periode 1983 sampai 1993, luas lahan pertanian mengalami penurunan dari 16,7 juta hektar menjadi 15,6 juta hektar, atau sekitar 110.000 hektar per tahun.
"Penurunan tersebut terutama terjadi di Jawa yang memiliki implikasi serius produksi padi," kata Rita Nurmalina, yang menjadikan penelitiannya itu sekaligus untuk disertasi S-3-nya.
Disebutkannya bahwa di Indonesia masalah pangan dan ketahanan pangan tidak dapat dilepaskan dari komoditi beras. Sebab, beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi hampir seluruh rakyat Indonesia.
Menurut dia, beras memenuhi sekitar 45 persen dari total "food intake" atau sekitar 80 persen sumber karbohidrat utama dalam pola konsumsi masyarakat.
Ikhwal ancaman produksi beras nasional itu, kata dia, karena dalam konversi lahan ini diikuti dengan penurunan kualitas lahan dan air akibat pola pemanfaatan lahan dan perkembangan sektor non-pertanian yang sering kurang memperhatikan aspek lingkungan.
"Jika persoalan ini tidak segera diatasi, maka kebutuhan impor beras akan membesar dan berakibat ketergantungan beras impor tinggi sehingga menguras devisa negara," katanya.
Ditegaskannya bahwa untuk mencapai ketersediaan beras yang berkelanjutan perlu diterapkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dapat memberikan pemecahan masalah terhadap kekurangan penyediaan beras.
Ia menyebutkan pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Penelitian yang dilakukan Rita Nurmalina, selain menggunakan dua sisi, yakni penyediaan dan kebutuhan beras, juga menggunakan pendekatan multidimensi melalui indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras, dan penelitian seperti ini belum pernah dilakukan peneliti lain.
Status keberlanjutan
Dalam kaitan ini, penelitian indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras dianalisis secara makro di tingkat regional dan nasional. Regional dalam penelitian ini meliputi lima wilayah kepulauan yaitu, Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan wilayah lain seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Papua.
Setelah tiga tahun penelitian itu dilakukan, akhirnya dihasilkan analisis bahwa nilai indeks keberlanjutan multi dimensi sistem ketersediaan beras sebesar 64,52 dalam kategori cukup berkelanjutan.
Sedangkan nilai indeks keberlanjutan multi dimensi di beberapa wilayah sangat bervariasi antarwilayah, berkisar 33,37 sampai 67,23.
Wilayah Jawa dan Sumatera termasuk dalam kategori berkelanjutan. Sedang Kalimantan, Sulawesi dan wilayah lainnya termasuk ke dalam kategori kurang, sehingga hasil analisis ini menunjukkan keberlanjutan antarwilayah berbeda.
Sementara itu, berdasarkan analisis sensivitas model, parameter yang sangat sensitif berpengaruh pada sistem ketersediaan beras adalah Indeks Pertanaman, produktivitas, konsumsi pe kapita kota, konsumsi per kapita desa, rendemen gabah beras dan pembukaan lahan, dan parameter yang tidak sensitif adalah pengurangan susut dan penurunan pertumbuhan jumlah penduduk.
Hasil penelitian yang telah diujikan tersebut akhirnya mengantar Rita Nurmalina lulus sebagai doktor di lingkungan IPB. (*)
Copyright © ANTARA 2007