Hanya berselang beberapa jam setelahnya, Amerika Serikat menambah daftar larangan visa bagi sejumlah pejabat Kamboja yang dinilai melakukan aksi "anti-demokratis" menjelang pemilu 29 Juli lalu.
Sementara itu banyak lembaga pembela HAM menilai pemilu di Kamboja tidak bebas dan adil mengingat absennya pesaing besar bagi Perdana Menteri Hun Sen, yang telah menguasai negara tersebut selama lebih dari tiga dasawarsa.
Juru bicara Komisi Pemilu Nasional Kamboja (NEC), Dim Sovannarom, mengatakan kepada Reuters bahwa CPP meraih semua kursi dengan perolehan suara sebesar 4,8 juta dari total pemilih 6,9 juta.
Satu-satunya kubu oposisi yang punya kekuatan besar, Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), telah dibubarkan Mahkamah Agung pada tahun lalu, sementara 118 kadernya dilarang berpolitik selama lima tahun.
Pemimpin CNRP, Kem Sokha, juga dipenjarakan dengan dakwaan pengkhianatan terhadap negara. Kasusnya masih menunggu pengadilan.
Selain itu, pemerintah juga melakukan sejumlah pemberedelan menjelang pemungutan suara dengan target organisasi non-pemerintah, lembaga pembela HAM, dan media independen.
CPP sendiri bersaing dengan 19 partai lain dalam pemilu. Tidak ada di antara mereka yang kritis terhadap pemerintah. Partai dari keluarga kerajaan, yang dulunya merupakan pesaing utama Hun Sen, kini justru berkoalisi dengan CPP dan menempati urutan kedua dengan perolehan kurang dari 400.000 suara.
Mu Sochua, wakil ketua CNRP yang kini tinggal dalam pengasingan di luar negeri, menyebut parlemen baru di negaranya sebagai lembaga yang tidak punya legitimasi.
"CPP membuat bangsa kami mengarah pada negara satu partai, di mana satu orang memutuskan segalanya," kata dia.
"Pemilu di Kamboja tidak menghasilkan Dewan Nasional yang sah," kata dia, sebagaimana dilaporkan Reuters
Baca juga: Kamboja siapkan 21 juta dolar AS untuk pemilu Juli.
Tingkat partisipasi pemilu pada Juli lalu tergolong tinggi dengan prosentase 83 persen, jauh meningkat dari 69.6 persen pada pemungutan suara sebelumnya.
Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Heather Nauert, mengatakan bahwa pemilu di Kamboja "tidak bebas dan adil."
Pihaknya telah menambah daftar larangan visa bagi sejumlah individu di dalam dan luar pemerintahan "yang bertanggung jawab terhadap sejumlah aksi anti-demokratis" menjelang pemungutan suara.
"Kami menegaskan kembali desakan untuk bagi pemerintah Kamboja untuk mengupayakan rekonsiliasi nasional dengan membebaskan media dan organisasi sipil," kata dia.
Di sisi yang berbeda, Presiden China Xi Jinping mengucapkan selamat kepada Hun Sen. Dia mengatakan bahwa Kamboja telah mencapai kestabilan politik, pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan sukses di bawah kepemimpinan Hun Sen.
"Kami yakin CPP akan terus menyatukan rakyat Kamboja dalam jalur pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan nasional mereka," kata Xi sebagaimana dikutip dari Kementerian Luar Negeri China.
Editor: GM Nur Lintang Muhammad
Pewarta: Antara
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2018