Banjarmasin (ANTARA News) - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Bowono X mengatakan, selama kesenian belum menjadi bagian dari proses bertumbuhnya individu kaum elite dan pijakan kebijakan politik, maka proses berbangsa kehilangan perekat. Hamengku Bowono X ketika memberikan sambutan pada pegelaran seni budaya Kalimantan di Banjarmasin, kemarin, mengatakan, kemerosotan berbangsa terjadi karena elite politik tidak tumbuh dalam tradisi berkesenian. Padahal, katanya, saat seseorang menjalani pendidikan seni pertunjukan tidaklah semata untuk menjadikannya penari, pemain teater atau film, tetapi untuk menyadari beragam aspek dalam ruang kehidupan. Menurut dia, pendidikan seni rupa tidak sekadar menjadikan ia perupa, tetapi melatih daya kritis mata terhadap dunia visualnya. Juga pendidikan sastra, tidaklah semata untuk menjadikannya sastrawan, tetapi agar setiap individu bangsa mengalami dunia sensitivitas humanisme, kata Hamengku Bowono yang datang bersama isterinya tersebut. Hal berbeda, katanya, tumbuh pada sosok para negarawan pendahulu bangsa, seperti Sjahrir dan Tan Malaka, yang dikenal mencintai rakyatnya. Menurut dia, baik Sjahrir dan Tan Malaka bertumbuh dalam dunia tonil dan bacaan kebudayaan yang pluralis. Sri Sultan Hamengku Bowono IX tumbuh di lingkungan sarat budaya tradisional, namun memiliki sifat inklusif, mencipta seni tari dengan mengambil ragam seni etnik yang lain. Sementara Hatta, yang dikenal mencintai demokrasi, memberikan sebuah buku yang ditulisnya sendiri sebagai hadiah pernikahan. Sedangkan Soekarno, tumbuh dalam disiplin arsitektur serta mencintai berbagai bentuk kesenian, baik populer, klasik, mapun komtemporer.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007