London (ANTARA News) - Indonesia sebagai salah satu emerging country, kekuatan paspor Indonesia masih belum optimal, sementara di Asia Tenggara, beberapa Negara Persemakmuran berpaspor sangat kuat, bahkan Negara tetangga Indonesia, Singapura, didaulat menjadi Negara dengan paspor terkuat di dunia, mengalahkan Negara-Negara Eropa bahkan Amerika Serikat sekalipun.
Hal itu terungkap dari hasil Henley Passport Index yang belum lama ini meletakkan Indonesia pada peringkat ke-69 paspor terkuat di dunia yang diukur dari jumlah Negara pemberi fasilitas kemudahan visa dan ke-5 di Asia Tenggara dengan 72 Negara `bebas' visa.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Indonesia, Shofwan Al-Banna Choiruzzad, dalam keterangan kepada Antara London, Jumat mengakui bahwa hal itu menjadi satu keistimewaan dari Negara-negara Persemakmuran, sementara Indonesia berada di bawah Timor Leste dan Thailand, ujarnya.
Malaysia juga tidak kalah berada di peringkat ke-9 dengan 180 destinasi, dan Brunei di peringkat 18 dengan 165 Negara tujuan.
Secara metodologis Henley Passport Index menggolongkan bebas visa jika pemegang paspor tidak memerlukan proses sebelum keberangkatan ke Negara tujuan. Baik melalui bebas visa sepenuhnya atau dengan visa-on-arrival, visitor's permit, atau electronic travel authority (ETA) saat masuk ke destinasi tujuan.
Shofwan mengatakan upaya diplomasi pemerintah RI belakangan ini patut diapresiasi karena membuahkan hasil. Henley juga mencatat bahwa Indonesia adalah "the biggest climber" di Asia Tenggara, paspor Indonesia menguat secara signifikan dibandingkan dengan Negara lain dalam beberapa waktu terakhir ini.
Paspor Negara Persemakmuran mempunyai kekuatan karena keistimewaan commonwealth, selain ekonomi yang dipandang juga cukup kuat mendorong negara lain membebaskan visa untuk menarik turis dan investasi. ujar Shofwan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan secara nyata agar Paspor Indonesia lebih `bertaring? di kancah internasional. Indonesia harus meyakinkan banyak Negara lain bahwa jika Indonesia bebas visa, yang akan datang adalah manfaat misalnya turis, investasi, kerja sama perdagangan dan bukan masalah imigran ilegal, kriminal, dan teroris.
Dalam aspek struktural domestik, berarti ekonomi Indonesia harus diperkuat. Dalam aspek diplomasi, kita harus menggencarkan diplomasi ekonomi dengan memperluas kerja sama investasi, ekspor, dan juga sector pariwisata. Diplomasi publik juga sangat penting, seperti hubungan kerja sama people-to-people seperti kegiatan student exchange, kampanye hal-hal positif tentang Indonesia, dan lainnya agar citra positif Indonesia dapat meningkat.
Dalam tingkat individu, sadari bahwa kita adalah cermin tempat orang menilai Bangsa kita. Kalau jadi turis, berperilakulah yang baik dan menyenangkan. Kalau sedang jadi penduduk di negara lain, jadilah warga teladan dan duta Indonesia yang baik.?Manfaatkan berbagai kesempatan untuk memperkenalkan sisi positif Indonesia, ujar Shofwan.
Negara asing, seperti Afrika Selatan dan Rwanda, bahkan sampai menggelar kampanye bebas visa. Pada akhir tahun 2017, komunitas Afrika Selatan berbasis di London, Inggris menggelar kampanye agar warga Negara Afrika Selatan kembali diberi bebas visa oleh pemerintah Inggris. Acara tersebut didukung banyak pihak, termasuk Kamar Dagang Afrika Selatan di Inggris serta media-media setempat.
Remaja Rwanda, yang bernaung di bawah Global Shapper Community besutan World Economic Forum mengadakan kampanye serupa, mengharapkan penghapusan kewajiban visa di seluruh Negara di benua Afrika.
Indonesia dalam level diplomasi, melakukan diplomasi publik dengan menggelar kampanye bebas visa untuk Indonesia dengan menunjukkan manfaat jika Indonesia diberikan bebas visa ke Negara tersebut. Bisa dilakukan melalui 'track one'.via pemerintah atau track two, melalui masyarakat ke masyarakat.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018