Mataram (ANTARA News) - Ketua Forum Lintas Agama, TGH Syubki Sasaki mengusulkan, ahmadiyah yang hingga saat ini bermasalah dapat dijadikan sebagai sentral pemikiran dan tidak bersifat eksklusif.
"Pemikiran itu sebagai salah satu upaya menjembatani terjadinya miskomunikasi yang menyebabkan penganut ajaran ahmadiyah NTB hingga kini berada dipengungsian," katanya dalam forum dialog mengatasi konflik yang digagas Komite Rakyat Anti Kekerasan (KRAK) NTB di Mataram, Selasa.
Dikatakan, permasalahan yang dihadapi ahmadiyah tidak bisa diselesaikan dengan argumen dan justru situasinya akan semakin runyam, sebagaimana diketahui kini puluhan kepala keluarga warga ahmadiyah masih tinggal dipengusian.
Untuk solusi pemecahan permasalahan yang terjadi itu dilakukan dengan menonjolkan sifat kemanusiaan serta nuansa kebangsaan.
Alangkah naif dalam menyambut kemerdekaan Indonesia yang ke-62 masih terdapat anak-anak bangsa yang harus menderita hanya dikarenakan perbedaan pandangan terhadap pengajaran Islam.
Ahmadiyah harus bisa tampil sebagai institusi pemikiran jangan tampil dengan simbol yang justru sangat menakutkan bagi pihak-pihak tertentu.
Sifat-sifat eksklusif yang selama ini diperlihatkan ahmadiyah dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sangat bertentangan dengan sifat masyarakat Sasak yang pada umumnya gotong royong dan saling membantu.
Sifat eksklusif tersebut telah menyebabkan sebagian masyarakat melakukan perlawanan, meskipun di antara banyak tokoh ulama yang selama ini menentang pengajaran ahmadiyah itu kurang memahami pengajaran mereka secara mendalam.
Meskipun pengikut ahmadiyah sudah sering dan banyak mencetak buku yang berisikan tentang pengajaran mereka, tetapi para ulama khususnya yang sudah mulai renta usia tidak pernah membaca buku-buku tersebut dan bahkan penolakan yang mereka lakukan semata-mata karena "mengekor" saja.
"Untuk itulah saya pribadi menganjurkan agar ahmadiyah tersebut dijadikan sentra pemikiran, sehingga secara perlahan-lahan para ulama yang selama ini menolak dapat memiliki pemahaman yang benar," katanya.
Pada kesempatan itu, TGH Syubki Sasaki yang selama ini dikenal terbuka dan bicara lugas menyatakan, kebenaran itu seringkali justru telah disalah artikan dan menjadi sumber konflik.
Kebenaran itu oleh kelompok mayoritas tertentu seringkali dipaksakan sehingga kebenaran yang hakiki itu tidak lagi menjadi sumber damai tetapi sebaliknya dijadikan sumber konflik.
Meskipun dirinya hingga kini tidak sepaham dengan pengajaran ahmadiyah, tetapi bukan berarti mereka itu harus tetap di pengungsian, seharusnya pemerintah dapat mencarikan solusi untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007