Untuk zona merah perlu dilakukan pendampingan dan pengawasan yang sangat ketat kepada masyarakat saat membangun kembali rumahnya,
Jakarta (ANTARA News) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memetakan tingkat kerentanan sesimik pascagempa bumi Magnitudo 7,0 yang mengguncang Pulau Lombok dan sekitarnya pada Minggu (5/8).
Hasil survei yang dilakukan BMKG, seperti dalam keterangan Plt Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Bambang Setiyo Prayitno yang diterima di Jakarta, Kamis, ditemukan tingkat kerusakan yang terbagi dalam tiga zona.
Zona merah, yaitu di wilayah Lombok Utara menggambarkan kondisi rusak terparah (rusak berat), kondisi ini akibat percepatan tanah setempat yang tinggi saat terjadi guncangan gempa bumi dan pengaruh kondisi infrastruktur di wilayah tersebut (kerentanan tinggi).
Sementara itu, zona kuning yaitu di wilayah Lombok Timur, sebagian Lombok Barat dan Lombok Tengah menggambarkan tingkat kerentanan sedang atau mempunyai potensi tingkat kerusakan menengah/sedang dan untuk zona hijau yaitu Mataram dan Lombok Tengah menggambarkan tingkat kerentanan rendah atau mempunyai potensi tingkat kerusakan rendah.
Dari hasil survei, Bambang menyarankan agar bangunan-bangunan vital dan strategis tidak dibangun di zona merah kecuali dilengkapi dengan tekonologi tahan gempa yang handal dilakukan pengawasan sangat ketat dimulai dari perencanaan sampai proses pembangunan.
"Untuk zona merah perlu dilakukan pendampingan dan pengawasan yang sangat ketat kepada masyarakat saat membangun kembali rumahnya, agar mereka mampu membangun RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat) dengan tepat. Barangkali perlu dilakukan pengawasan langsung dari aparat/petugas PUPR setempat," tambahnya.
Sementara untuk zona kuning, Ia mengutarakan perlu dilakukan pendampingan dalam pembangunan RISHA namun tidak seketat di zona merah. Berbeda halnya dengan zona hijau yang direkomendasikan perlu tetap adanya pendampingan, namun pengawasan bisa diserahkan kepada masyarakat secara mandiri.
Bambang menambahkan dari hasil survei ini diperoleh Informasi pemetaan yang dapat dimanfaatkan sebagai pertimbangan untuk rekonstruksi/rehabilitasi bangunan dan infrastruktur, serta terkait tata ruang pascagempa bumi.
Adapun Jenis peta yang disajikan antara lain Shakemap. Peta ini menampilkan informasi estimasi tingkat goncangan diwilayah terdampak akibat bahaya gempa bumi, sumber data peta ini terdiri dari data PGA akselerometer stasiun wilayah Mataram, data hasil survey observasi tingkat kerusakan dilapangan dalam bentuk skala MMI dan hasil perhitungan menggunakan model fungsi attenuasi global.
Dalam peta shakemap nilai terbesar dari alat yang merekam adalah sebesar 43.4 gal dengan jarak dari pusat gempa 33.7 km, sedangkan nilai 350 gal adalah nilai kesetaraan PGA dengan nilai tingkat kerusakan yang digambarkan dalam skala intensitas gempabumi (MMI).
Selain itu juga dihasilkan Peta Periode Dominan Getaran Tanah yang menampilkan informasi hasil estimasi nilai periode dominan getaran tanah dari rekaman alat seismometer yang dipasang di beberapa titik wilayah kerusakan dan wilayah yang tidak mengalami kerusakan.
Manfaat dari peta ini dapat membantu estimasi efek lokal geologi bawah permukaan terhadap respon getaran tanah.
Peta indeks Kerentanan Seismik. Peta ini menampilkan estimasi tingkat kerentanan dari bahaya gempa bumi dengan menggunakan parameter hasil pengukuran periode dominan getaran tanah dengan memanfaatkan parameter amplitude H/V dengan parameter frekuensi dominan getaran tanah.
Ia mengharapkan peta tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam perencanaan tata ruang wilayah rentan gempabumi dan masyarakat diminta agar selalu bersikap tenang, namun tetap waspada.
Baca juga: BMKG klarifikasi informasi terkait gempa Lombok
Baca juga: BMKG: gempa susulan di Lombok bisa sampai sebulan mendatang
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018