Jakarta (ANTARA News) - Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sisno Adiwinoto mengatakan, Polri sulit menggunakan UU No 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dalam kasus ledakan bom di Pasuruan, Jawa Timur. "Tujuan teror kan untuk menakut-nakuti sedangkan ledakan di Pasuruan bukan untuk menakut-nakuti tapi untuk mendapatkan ikan sebab bom itu adalah bom ikan," katanya di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, bom dalam aksi terorisme memiliki tujuan kepada kelompok tertentu sedangkan bom di Pasuruan tidak ada bukti untuk tujuan tertentu tapi semata-mata untuk menangkap ikan. Dengan begitu, para tersangka akan dijerat dengan UU Darurat No 12 tahun 1951 tentang senjata api dan bahan peledak. Kendati ancaman hukuman maksimal seumur hidup, namun selama ini para tersangka kepemilikan bahan peledak hanya divonis beberapa bulan saja. "Masa hanya dihukum dua bulan atau empat bulan," katanya. Untuk itu, ia meminta agar masyarakat ikut mendesak kepada pihak kejaksaan dan hakim agar kasus bom ikan dapat dijerat dengan UU terorisme. "Kalau jaksa dan hakim sepakat bahwa bom ikan bisa dijerat dengan pidana terorisme maka akan mudah bagi polisi untuk menyidiknya," katanya. Namun, kejaksaan dan hakim hingga kini masih beranggapan bahwa bom ikan dijerat dengan UU Darurat dan bukan UU terorisme. Ia mengatakan, kegiatan pembuatan bom ikan adalah tindakan yang melanggar hukum selain merugikan masyarakat termasuk kalangan nelayan sendiri. "Tindakan membuat bom ikan sangat berbahaya. Kalau bom ikan meledak, terumbu karang kan rusak. Yang rugikan nalayan juga," katanya. Polisi kini memburu satu tersangka bernama Nadhir yang diduga menjadi pemilik bahan peledak. Pemilik rumah bernama Ilham juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Ledakan yang terjadi Sabtu (11/8) sekitar pukul 14.30 WIB itu menewaskan tiga orang dan merusak delapan rumah warga.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007