Badan kepolisian Eropa Europol mengumumkan bahwa 51 anak-anak termasuk di antara 123 tersangka korban dalam gerakan menumpas perdagangan orang pada minggu pertama Juli. Mereka dimanfaatkan untuk tenaga kerja, dipaksa mengemis dan tujuan seksual, katanya.
"Kenyataannya baru mulai," kata Jakub Sobik dari kelompok pegiat Anti-Slavery International kepada Thomson Reuters Foundation, dengan mendesak lebih banyak pelatihan untuk polisi dan petugas lain di garis depan.
"Kami menemukan bahwa banyak orang, yang diperdagangkan, berhubungan dengan seseorang, yang mungkin membantu mereka di sepanjang jalan, tapi tidak melakukannya karena mereka tidak tahu cara mengenali seseorang mungkin dimanfaatkan atau dikendalikan orang lain," katanya.
Pihak berwenang menangkap 24 orang atas kecurigaan memperdagangkan manusia dan menahan 61 lagi untuk pelanggaran lain, kata Europol.
Lebih dari separuh ditangkap di Inggris, tempat 44 orang ditahan untuk berbagai pelanggaran, termasuk pemerkosaan anak-anak, penyerangan seksual dan perbudakan kiwari.
Baca juga: Perempuan Uzbekistan jual bayi demi tiket pesawat
Adam Thompson, manajer senior di Satuan Perdagangan Manusia dan Perbudakan Kiwari Badan Kejahatan Negara Inggris, menyatakan beberapa dari anak-anak dagangan itu mengalami pelecehan seksual, digunakan sebagai pekerja murah atau dipaksa melakukan kejahatan.
"Bekerja dengan mitra Eropa kami adalah kunci untuk mengatasi ancaman itu di sumbernya, menjaga korban dan meningkatkan kemampuan sandi," katanya.
Inggris dianggap sebagai pemimpin dunia dalam penumpasan perbudakan, dengan meloloskan Undang-Undang Perbudakan Kiwari pada 2015 untuk memenjarakan penjahat seumur hidup, melindungi lebih baik orang rentan, dan memaksa perusahaan besar mengatasi ancaman kerja paksa.
Tapi, anak-anak korban perbudakan tidak memiliki jaminan dukungan spesialis atau waktu untuk tetap berada di bawah hukum itu, yang sedang ditinjau.
Pegiat menyatakan prihatin bahwa itu belum menjadi pukulan telak dalam perdagangan diperkirakan menelan biaya miliaran pound setahun.
Penerjemah: Boyke Soekapdjo
Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2018