Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto mengatakan, pemilih milenial memiliki kecenderungan untuk golput (tidak memilih) dalam pemilihan presiden 2019.

Pemilih milenial yang identik dengan generasi Y dan generasi Z, mereka yang berumur 17-40 tahun dan terbiasa dengan teknologi informasi dan komunikasi, memiliki karakteristik yang tidak begitu peduli dengan politik (apolitik), katanya di Jakarta, Rabu.

Untuk itu, menurut dia, dibutuhkan sejumlah faktor yang dapat menggerakan kelompok milenial untuk berpartisipasi menggunakan hak politiknya dalam pemilu.

Faktor penggerak milenial perlu dipancarkan figur calon presiden maupun wakil presiden. Kemampuan mereka dalam memberikan harapan akan mendorong para millenial untuk memilih.

"Karena 'hope' (harapan) itu adalah kata kuncinya," katanya.

Ia mengatakan, prasyarat untuk menggerakan kelompok millenial adalah adanya kedekatan dengan figur calon presiden dan wakil presiden.

Kedekatan tersebut dapat diciptakan dari hubungan komunikasi yang setara, resiprokal (timbal balik).

"Kita harus melihat karakteristik milenial itu kan progresif, pola komunikasinya interaksional, tidak suka dengan jarak yang begitu jauh atau gap yang begitu jauh," katanya.

Selain itu, adanya kebaruan-kebaruan yang diinisiasi oleh para kandidat sehingga membuat mereka menyadari pentingnya untuk berpartisipasi dalam pemilu. Hal ini mengingat kedekatan mereka dengan partai politik (party id) juga lemah.

"Ini pemilu itu bermanfaat tidak sih untuk saya, ini harus ada, kalau tidak ada, dia tidak punya keinginan untuk berpartisipasi," katanya.

Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018