Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di Pasar Spot Antar Bank Jakarta, Selasa sore turun mendekati level Rp9.400 per dolar AS akibat tekanan negatif dari gejolak pasar uang global khususnya Amerika Serikat. Gejolak tersebut mengakibatkan nilai tukar rupiah merosot menjadi Rp9.355/9.360 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.325/9.348 per dolar AS atau melemah 30 poin. Direktur retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, mengatakan, pelaku pasar masih khawatir dengan gejolak pasar uang global terutama dengan indikator ekonomi AS. Karena itu pelaku pasar lebih memilih membeli dolar AS ketimbang rupiah, sekalipun gejolak itu mulai berkurang, katanya. Ia mengatakan, gejolak pasar uang global itu dinilai masih dalam batas toleransi, namun rupiah terus melemah mendekati level Rp9.400 per dolar AS. Pelemahan rupiah, menurut dia, masih dapat ditolerir dibanding dengan mata uang negara lainnya seperti Baht, Thailand dan Peso, Filipina. Rupiah masih dapat melakukan penyesuaian, karena itu pelemahannya masih realistis, katanya. Ia mengatakan, rupiah sepanjang pekan ini diperkirakan masih negatif. Jadi kalau tidak ada hambatan rupiah akan bisa menembus level Rp9.400 per dolar AS. Seandainya rupiah terus melemah di atas level Rp9.400 per dolar AS, maka ini sangat mengkhawatirkan karena akan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap rupiah, ucapnya. Meski demikian, menurut dia Bank Indonesia (BI) akan terus memantaunya dan akan melakukan intervensi pasar apabila tekanan negatif terus menekan rupiah hingga mendekati level Rp9.400 per dolar AS. "Kami harapkan BI akan menjaganya sehingga rupiah tidak akan berada pada kisaran angka tersebut, apalagi BI memiliki cadangan devisa yang cukup besar," katanya. Ia mengatakan, BI saat ini sudah melakukan antisipasi dengan tidak menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) yang masih bertengger di level 8,25 persen, masih ada waktu untuk menurunkan suku bunga tersebut, apalagi bank sentral AS juga masih mempertahankan suku bunganya. "Kami memperkirakan bunga acuan itu akan turun pada bulan berikutnya yang didukung oleh laju inflasi yang lebih rendah," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007