"Isu identitas selalu digunakan untuk memunculkan asumsi mengenai perbedaan antara satu dengan yang lainnya," kata Dr. Ansari Yamamah di Medan, Rabu.
Namun, lanjut dia, dalam Pilpres mendatang, isu identitas sangat tidak layak dipertontonkan lagi karena semua capres dan cawapres beragama Islam.
Jika masih menggunakan isu identitas keagamaan tersebut, dia khawatir akan mengerucut pada isu kelompok dan ormas yang berkaitan dengan keagamaan.
"Itu justru akan memecah belah umat, sangat berbahaya," katanya.
Oleh karena itu, elite politik dan seluruh elemen masyarakat, termasuk nitizen yang aktif di media sosial untuk tidak lagi menggunakan isu identitas tersebut.
Untuk memberikan manfaat lebih besar, menurut dia, sebaiknya masyarakat dan elite politik mengedepankan isu kebangsaan dari kedua pasangan capres/cawapres.
Ia mencontohkan visi, misi, dan program yang ditawarkan dalam masalah perekonomian nasional.
Dengan demikian, rakyat bisa mengetahui program yang ditawarkan, baik dalam menciptakan lapangan kerja bagi anak negeri, mengatasi utang, menarik investasi, mengembangkan aset dan devisa negara, maupun pengembangan ekonomi umat Islam.
Demikian pula dengan berbagai program untuk menjaga harga diri bangsa dan negara bisa berdaulat secara global.
"Isu itu perlu supaya kita bangga menjadi bangsa Indonesia," kata alumnus Leiden University Belanda itu.
Pewarta: Irwan Arfa
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018