Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia yakin bisa mendapat sokongan dana hingga 3,75 miliar dollar Amerika (Rp33,75 triliun) per tahun dari negara-negara maju, lewat program yang dikenal dengan pengurangan deforestasi negara berkembang atau REDD. Keyakinan itu disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, di Jakarta, Senin, ketika berbicara tentang persiapan sidang antar-pihak Konverensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) yang akan digelar di Bali pada Desember 2007. "Persiapan sidang UNFCCC teknis sudah tuntas, tinggal persiapan bahan-bahan negosiasi yang harus kita susun sangat jeli agar bisa dinegosiasikan dengan negara lain," kata Rachmat. Lebih lanjut ia menjelaskan, Indonesia memang bertarget bisa mendapat dana internasional sebanyak-banyaknya dari skema REDD yang diperjuangkan persetujuannya dalam forum UNFCCC Bali itu. "Kita ingin dapat dana adaptasi untuk pemeliharaan hutan kita, sehingga dengan menjaga hutan tetap menjadi hutan Indonesia dibayar oleh negara-negara maju," ujarnya. Ia juga mengatakan REDD adalah proposal negara-negara selatan atau negara berkembang yang masih memiliki hutan tropis sebagai salah satu skema penanganan perubahan iklim pasca tahun 2012, yaitu ketika periode berlakunya perjanjian Protokol Kyoto berakhir. Bila tiap hektar hutan berkelas prima dihargai dengan 10 dollar Amerika per tahun, masih kata Rachmat, maka Indonesia diperkirakan bisa mendapat sekitar 3,75 miliar dollar karena saat ini pemerintah menyediakan hutan seluas 37,5 juta hektar untuk proyek REDD. Menurut Menteri Lingkungan Hidup, negara-negara maju saat ini sudah memahami betul perlunya dana adaptasi bagi negara-negara selatan yang notabene sangat rentan terhadap dampak buruk perubahan iklim, seperti banjir dan kenaikan air muka laut. "Saat ini dana dari negara maju diperkirakan bisa mencapai 20-30 miliar dollar Amerika per tahun untuk program adaptasi di seluruh dunia, dan uang itu akan diperuntukkan bagi negara berkembang," katanya. Negara-negara maju, tambah Rachmat, sudah mengikhlaskan dana itu sebagai usaha-usaha memperlambat laju perubahan iklim, termasuk upaya menurunkan emisi gas CO2. Rachmat meibaratkan negara-negara maju sekarang ini sudah mulai membuka mata mereka untuk memperhatian program-program adaptasi sebagai cara menekan laju perubahan iklim. "Mereka mulai berpikir `Buat apa punya uang banyak dalam pelukan kalau toh sebentar lagi mati karena perubahan iklim?`," kata dia. Rachmat dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa bila skema REDD disepakati dalam pertemuan UNFCCC di Bali, Pemerintah Indonesia akan menawarkan lokasi hutan konservasi di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. "Kita masih punya 37,5 juta hektar hutan yang masih berkategori prima, paling baguslah! Kita juga punya sekitar 50 juta hektar hutan yang kelasnya sedikit lebih rendah dari itu, tapi masih lumayan," ujarnya. Sidang UNFCCC akan menjadi ajang besar bagi para pemimpin dunia yang ingin melakukan upaya penyelamatan Bumi dari perubahan iklim. Menteri menyebutkan sekitar 2.000 orang utusan negara akan hadir di sana, 4.000 orang peserta datang dari LSM dan perusahaan, sementara 2.600 awak media pun tak luput menyiarkan peristiwa ini ke seluruh penjuru dunia. Untuk mendanai kegiatan ini, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp114 miliar yang semuanya diambilkan dari APBN.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007