Jakarta (ANTARA News) - Sutradara Putu Wijaya mendapat penghargaan Achmad Bakrie 2007 atas prestasinya di bidang kesusastraan. "Karya-karya beliau sangat menonjol dan sangat berpengaruh pada masyarakat, dia juga tak henti berkarya hingga sekarang menghasilkan banyak novel, kumpulan cerita pendek dan drama," ujar Direktur Freedom Institute Rizal Mallarangeng dalam konferensi pers Penghargaan Bakrie Award 2007 di Jakarta, Senin. Penghargaan Achmad Bakrie setiap tahun diberikan kepada orang-orang dan lembaga terpilih sebagai wujud perhatian Keluarga Bakrie terhadap pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Indonesia. "Penghargaan ini bertujuan untuk mendorong orang berkarya lebih baik lagi di bidang mereka masing-masing," ujarnya. Putu Wijaya mendapat penghargaan itu atas karya-karyanya yang dianggap penting, di antaranya "Telegram" (1973) dan Stasiun (1977). Ia menyuguhkan sejumlah novel dan drama yang non-linier, yakni suatu bentuk tak lazim yang dipandang sebagai "pemberontakan" pada zamannya. Pria kelahiran Tabanan, Bali, 11 April 1944 itu merupakan sastrawan yang produktif dengan karya 20 novel, dua naskah drama, 11 kumpulan cerita pendek, serta ratusan esai dan tulisan yang telah tersiar. Menanggapi hal tersebut, Putu Wijaya kepada ANTARA mengaku telah mendapat informasi dari pihak panitia tentang penghargaan yang diberikan kepadanya. "Saya masih bingung, teman-teman memberi banyak komentar lewat pesan singkat di ponsel saya tentang penghargaan itu. Ada yang menyarankna menerima, tapi banyak juga yang menyarankan saya menempuh langkah yang menolak seperti Romo Franz Magnis-Suseno," ujar Putu. Menurut pria yang penampilannya identik dengan topi pet putih ini, masing-masing orang memiliki hak untuk menerima dan menolak sebuah penghargaan. "Demikian halnya dengan Romo Magnis, beliau pasti punya alasan tersendiri mengapa menolak. Kita harus sudah mulai belajar pada hal semacam itu, bisa menerima dan menolak dengan lapang dada," ujarnya. Sebelumnya, dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, Franz Magnis-Suseno, menolak penghargaan itu dan mengaku tidak akan hadir dalam malam pemberian Penghargaan Achmad Bakrie Award 2007. Penolakan itu menurut Magnis karena melihat korban semburan lumpur panas Lapindo di Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang belum diperlakukan layak dan belum adanya sikap yang jelas dari pihak Lapindo Brantas Inc. Saham Lapindo Brantas Inc antara lain dimiliki keluarga Bakrie, sedangkan Penghargaan Achmad Bakrie 2007 diberikan oleh keluarga besar Aburizal Bakrie dan Freedom Institute sejak 2003. "Pokoknya mau pikir-pikir dulu. Sms dari teman-teman saya malah bikin saya bingung," demikian ujar Putu.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007