Kupang (ANTARA News) - Juru Bicara Komisi Pemilihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Yosafat Koli mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan perselisihan hasil pilkada pada empat dari lima kabupaten yang mengajukan permohonan PHP.
"Dari lima kabupaten yang mengajukan permohonan perselisihan hasil pilkada (PHP), empat di antaranya ditolak. Hanya satu kabupaten yang dilanjutkan ke tahapan persidangan," kata Yosafat Koli kepada Antara di Kupang, Senin.
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan perkembangan proses gugatan terhadap hasil pilkada serentak 2018 pada lima kabupaten di provinsi berbasis kepulauan itu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut dia, gugatan empat kabupaten yang ditolak itu adalah Kabupaten Rote Ndao, Manggarai Timur, Sumba Barat Daya dan Kabupaten Alor.
Sementara gugatan terhadap hasil rapat pleno penghitungan suara untuk pilkada Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), akan dilanjutkan ke tingkat persidangan.
Gugatan terhadap hasil rapat pleno penghitungan suara Pilkada TTS dilakukan oleh pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Obet Naitboho-Alxander Kase.
Dalam materi gugatan itu, pasangan ini menyebutkan ada delapan pelanggaran yang dilakukan KPU TTS dalam pilkada serentak 27 Juni 2018 lalu.
Delapan pelanggaran yang disampaikan dalam surat permohonan itu antara lain pertama jadwal rapat pleno rekapitulasi yang tidak sesuai dengan jadwal, program dan tahapan yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 2 tahun 2018.
Kedua, pendistribusian logistik yang tidak sesuai dengan peraturan KPU nomor 4 Tahun 2018.
Ketiga, tidak terdapat formulir C1-plano yang diterima oleh saksi pemohon dan hanya menerima model C-KWK, model C1-KWK dan model C2-KWK.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan pada pemohon bahwa salinan yang ada pada model C1-KWK tidak sesuai dengan C1-plano yang diberikan petugas KPPS yang terdapat pada 920 tempat pemungutan suara (TPS).
Hanya satu TPS yakni TPS-3 Desa Fatukolo yang terdapat di Kecamatan Molo Utara, di mana model C1-plano-KWK yang ditandatangani oleh KPPS dan saksi keempat pasangan calon.
Pelanggaran keempat adalah pada saat pelaksanaan pleno rekapitulasi di tingkat kabupaten pada 6 Juli 2018, logistik berupa kotak suara berceceran sehingga menyebabkan rapat pleno diskor berulang kali.
Kelima, dalam persentase yang dilakukan PPK setiap kecamatan pada rapat pleno tingkat kabupaten ditemukan bahwa terdapat perbedaan daftar pemilih tetap (DPT).
Pada saat pelaksanaan pemungutan suara, sebut Obet-Alexander seperti dikutip dari laman resmi MK,http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php, DPT yang digunakan KPPS adalah DPT lama. Sedangkan sesuai dengan rekomendasi panwaslu, seluruh TPS wajib menggunakan DPT perubahan. ??? ? ?Pelanggaran lain yang disebutkan dalam permohonan ke MK adalah terjadi penggelembungan suara untuk paket nomor urut 3 dibeberapa wilayah.
Wilayah-wilayah itu antara lain Desa Sono, Kecamatan Amanatun Utara di mana terdapat perbedaan perolehan suara pada berita acara model C-KWK.
Penggelembungan suara juga terjadi Desa Kelle, Kecamatan Kuanfatu, Desa Mnelaanen, Kecamatan Amanuban Timur, dan Desa Sono di Kecamatan Amanatun Utara.
Karena itu, pasangan nomor urut dua ini memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan keputusan KPU Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang ditetapkan tidak bernomor, tentang berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tahun 2018.
Yosafat Koli menambahkan, penetapan pasangan calon terpilih pilkada serentak 2018 di TTS akan dilakukan setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Keputusannya seperti apa, KPU siap melaksanakan, termasuk terjadi perubahan dalam keputusan," katanya.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018