Jakarta (ANTARA News) - Henry Leo dan Subardah Midjaja, tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana PT Asabri, baru mengembalikan aset senilai Rp150 miliar dari Rp410 miliar yang digelapkan. "Sedangkan aset senilai Rp250 miliar hingga kini masih belum dapat ditarik Dephan, karena masih perlu proses verifikasi," kata Sekjen Departemen Pertahanan (Dephan) Letjen Sjafrie Sjamsoeddin di Jakarta, Senin. Aset senilai Rp250 miliar itu sebagian besar adalah aset tidak bergerak seperti tanah dan bangunan yang hingga kini masih perlu diverifikasi kepemilikannya. "Jangan sampai, ketika kita ambil alih bukan milik Henry Leo atau sudah menjadi milik dia bukan Dephan lagi. Karena itu perlu verifikasi. Tetapi karena verifikasi oleh Dephan sudah selesai batas waktunya, maka kita serahkan ke proses hukum," tuturnya. Proses hukum ini, lanjut mantan Pangdam Jaya itu, bukan bertujuan untuk menjatuhkan atau merugikan salah satu pihak. "Pengajuan ke meja hijau semata bertujuan untuk mencari kejelasan dalam kasus ini, terutama aset yang hingga kini masih belum jelas kepemilikannya," ujarnya. Henry Leo dan mantan Dirut Asabri Subardah Midjaja tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dana PT Asabri yang merugikan negara sebesar Rp410 miliar itu, pada Senin pagi tiba di kantor Kejaksaan Agung untuk memenuhi panggilan pemeriksaan dari tim penyidik Kejakgung. Menurut informasi yang diterima ANTARA News, Senin, Henry tiba di gedung Kejaksaan Agung sekitar pukul 09.30 WIB dan didampingi oleh Iyul Sulinah (istri sekaligus "pengacaranya"). Sedangkan, Subardah yang pada pemeriksaan pertama tidak datang, tiba setengah jam berikutnya. Pada pemeriksaan pertama (6/8), Tim Penyidik Kejaksaan Agung, telah memeriksa Henry Leo, tersangka lainnya yaitu mantan Dirut PT Asabri, Subardah Midjaja tidak hadir dengan alasan kasus ini pernah dihentikan penyidikannya oleh Mabes Polri pada 4 Juli 2004. Sebelumnya, Iyul Sulinah, istri tersangka Henry Leo mengatakan pihaknya ingin kepastian berapa utang sesungguhnya setelah diaudit sesuai ketentuan dalam akte 16 tertanggal 2 Desember 1997 mengenai penempatan dana Rp410 miliar yang tidak terpisahkan dengan hasil audit independen yang ditunjuk kedua pihak (Henry Leo dan departemen Pertahanan). "Intinya, keluarga Henry Leo mau membayar kewajiban kepada yayasan Dephan setelah audit. Saya tidak turut campur soal proses hukum. Bagi kami, ada itikad baik dari keluarga untuk membayar kewajiban namun didahului dengan audit independen," kata Iyul . Ia mengatakan ada 57 aset berupa sertifikat tanah yang telah diserahkan kepada Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit (YKPP) Dephan di berbagai tempat sebagai jaminan apabila dari hasil audit ada kewajiban yang harus dibayar. Menurut dia, sudah ada sejumlah dana yang sudah dikembalikan kepada YKPP Dephan namun saat ini belum saya sampaikan berapa jumlahnya karena masih dalam proses audit. "Di luar 57 aset, masih terdapat tujuh aset berupa sertifikat tanah dari pembelian NPL Bank Yudha Bhakti yang selama ini belum diketahui keberadaannya," katanya . Iyul yang selama ini menjadi pengacara Henry Leo juga mendukung sikap Kejaksaan Agung yang menyita gedung Plaza Mutiara. "Kalau pun nilainya masih kurang, kami akan tambah dengan aset lain," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007