Jakarta (ANTARA News) - Yang bisa merawat negeri itu rakyat kecil bukan mereka, para penguasa. Demikian satu poin penting dalam buku kumpulan puisi "Sandal Jepit Merawat Negeri" karya penyair Imam Ma'arif.

Rakyat kecil, Imam personifikasikan sebagai sandal jepit, yang menurutnya selama ini menjadi komoditi bagi para penguasa.

"Sandal jepit adalah personifikasi daripada rakyat kecil. Sekarang banyak orang klaim dan rata-rata mereka penguasa, dia yang merasa paling Pancasialis, paling bisa merawat negeri. Padahal yang bisa merawat negeri itu rakyat kecil, bukan mereka," kata dia kepada Antara di Jakarta belum lama ini.

Ada sekitar 98 puisi yang Imam kumpulkan sejak tahun 1996 hingga 2018. Rata-rata puisi ini merupakan respon atas realita yang terjadi di tanah air. Temanya pun beragam, soal cinta, sosial, religi, lingkungan hidup hingga kritik.

"Ada bentuk yang mengalir dari suatu peristiwa. Semacam mengalir seolah-olah tidak berdiri sendiri. Ada ketertarikan. Penyair selalu merespon terhadap situasi sosial. Yang dilakukan penyair itu menurut saya tiga hal, menginspirasi, mendorong dan memprovokasi supaya bangkit," papar dia sembari berselonjor kaki.

Imam tak luput menyoroti kondisi sosial politik di Indonesia saat ini. Dia menilai negara ini sudah bangkrut moral maupun ekonomi, termasuk ideologi.

"Siapa sekarang yang mau menjalankan Pancasila secara konsekuen? Tidak ada. Saya melihat orang tidak punya kemampuan untuk bangkit karena ada ajakan yang tidak disadari masyarakat. Dari yang dulu kelihatan agamis sekarang sekuler itu mereka tidak sadar. Ini kecerdasan bagaimana mengolah manajemen perubahan," ungkap dia.

"Sandal Jepit Merawat Negeri" hanya berisi kurang dari 100 halaman. Tak ada bab-bab. Bahasa yang Imam gunakan relatif mudah dipahami, terutama oleh pembaca awam.

Baca juga: Joko Pinurbo luncurkan kumpulan puisi Buku Latihan Tidur

Baca juga: Budi Karya baca puisi di Deklarasi Jokowi-Ma'ruf

Baca juga: Taufiq Ismail baca puisi di Prancis

Baca juga: Hubungan Indonesia-Malaysia lewat puisi esai

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018