Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah asosiasi industri berencana menolak kenaikan harga gas yang ditetapkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) awal pekan depan dengan alasan layanan yang diberikan perusahaan itu masih buruk, seperti ketidaksesuaian jumlah maupun tekanan gas yang dialirkan ke kalangan industri. "Pekan depan kami akan menggelar jumpa pers bersama sejumlah asosiasi lainnya menolak kenaikan harga gas," ujar Ketua Umum Asosiasi Industri Aneka Keramik Indonesia (ASAKI) Achmad Wijaya, di Jakarta, Senin. Ia mengatakan penolakan kenaikan harga gas akan dilakukan sejumlah asosiasi yang menghimpun banyak industri terkait pengguna gas itu. Sampai kini, baik volume maupun tekanan gas yang dialirkan PGN tidak sesuai dengan permintaan dan kontrak. "Harga gasnya mau dinaikkan, tapi pasokannya minim, baik volume maupun tekanan tidak sesuai," ujarnya. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Sarung Tangan Karet Indonesia (IRGMA), A Safiun mengatakan asosiasi yang akan menolak kenaikan harga gas, antara lain asosiasi yang menghimpun industri keramik, sarung tangan karet, pupuk, kertas, baja, dan lain-lain. "Semua sektor industri tidak ada yang tidak menggunakan energi (gas), makanya kami sepakat menolak," ujarnya. Sejak awal Agustus 2007, harga gas untuk industri naik sekitar 10 persen menjadi 5,5 dolar AS per mmbtu. Safiun yang juga menjadi salah satu Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia mengatakan kenaikan harga gas akan semakin mengurangi kemampuan bersaing industri dalam negeri, terutama terhadap negara penghasil gas alam seperti Malaysia yang mampu memasok gas ke industrinya dengan harga tiga dolar AS per mmbtu. "Ini bukan semata-mata penolakan, tapi kami ingin membawa pesan kalau harga gas terus naik, maka kita tidak bisa bersaing," ujar Safiun. Ia menilai bila masalah harga dan pasokan gas tidak berhasil diatasi pemerintah, maka secara tidak langsung pemerintah melegalkan barang murah membanjiri pasar domestik karena harga produk lokal tidak mampu bersaing dengan barang impor dari negara lain. "Harga gas di Indonesia saat ini sudah yang tertinggi di ASEAN," ujarnya. Menanggapi rencana penolakan sejumlah asosiasi industri terhadap kenaikan harga gas, Menperin Fahmi Idris mengatakan kenaikan harga gas terjadi karena mengikuti kenaikan harga bahan baku dan bahan penolong lainnya. "Memang kalau bisa harga gas itu satu dolar AS per mmbtu. Namun karena berbagai perkembangan, harga itu terus bergerak. Kenaikan itu akan membentuk yang namanya ekuilibirium (keseimbangan) harga baru," ujarnya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007