Bukares (ANTARA News) - Puluhan ribu orang berunjuk rasa melawan pemerintahan Partai Sosial Demokrat (PSD) sejak Jumat di sejumlah kota Rumania, termasuk Bukares, tempat polisi penanggulangan huru-hara menembakkan gas air mata sehingga membuat ratusan orang terluka.
Unjuk rasa itu diselenggarakan kelompok warga Rumania yang bekerja di luar negeri. Mereka mengaku marah atas tingginya tingkat korupsi, rendahnya upah, dan upaya PSD memperlemah kemandirian hukum di negara anggota Uni Eropa paling korup tersebut.
Di Bukares, sejumlah pengunjuk rasa memaksa masuk ke gedung pemerintahan dengan menerobos barisan pasukan keamanan, sementara yang lain melemparkan batu ke arah polisi penanggulangan huru-hara.
Unjuk rasa itu terus berlanjut hingga malam, sehingga polisi terpaksa menembakkan air dan melempar gas air mata ke arah kerumunan tersebut. Beberapa video di media sosial menunjukkan polisi memukuli beberapa pengunjuk rasa, yang sudah menyerah.
Lebih dari 400 orang kini membutuhkan perawatan medis, kata badan penanganan darurat, ISU. Termasuk di antaranya adalah dua orang polisi yang terpisah dari unit mereka.
Di beberapa kota lain, puluhan ribu berhasil menggelar unjuk rasa dengan damai.
Sementara itu, Presiden Klaus Iohannis mengecam penggunaan kekerasan yang berlebihan polisi.
"Saya mengecam dengan keras tindakan brutal dari polisi anti huru-hara, karena menggunakan kekerasan yang tidak proporsional terhadap aksi mayoritas demonstran di pusat kota," kata sang presiden di Facebook-nya.
"Kementerian Dalam Negeri harus menjelaskan dengan segera apa yang akan mereka lakukan terkait insiden malam ini," kata Iohannis.
Salah satu peserta demonstrasi adalah supir truk bernama Daniel Ostafi (42) yang tinggal di Italia sejak 15 tahun lalu untuk mencari penghidupan yang lebih layak bagi keluarganya. Selain itu ada juga Mihai Podut (27), seorang buruh konstruksi yang meninggalkan Rumania pada 2014 menuju Prancis, kemudian Jerman.
Mereka bergabung dengan puluhan ribu orang lain di depan gedung pusat pemerintah, sambil mengibarkan bendera nasional dan Uni Eropa. Mereka mendesak pemerintah sekarang untuk mengundurkan diri.
Jumlah warga Rumania yang bekerja di luar negeri kini diperkirakan mencapai tiga sampai lima juta orang, kata Bank Dunia. Angka itu setara dengan seperempat populasi keseluruhan negara tersebut.
Pada tahun lalu, para pekerja migran itu secara keseluruhan mengirim uang senilai lima miliar dolar AS untuk keluarga mereka di Rumania sehingga memberikan nafas ekonomi bagi warga pedesaan di sana.
"Saya meninggalkan negara ini untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak saya, karena saat itu situasi di sini tidak memungkinkan," kata Ostafi kepada Reuters.
"Tetapi sampai saat ini pun situasi tidak berubah. Orang-orang yang mengurus pemerintahan sama sekali tidak layak dan korup," kata dia, sambil berharap lebih banyak warga menggunakan hak suara dalam pemilu berikutnya.
Serangkaian unjuk rasa damai telah berulangkali digelar sejak PSD berkuasa pada awal 2017.
Pada awal tahun ini, PSD sempat mengupayakan perubahan undang-undang tindak kejahatan yang kemudian memicu kritik dari Komisi Eropa dan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Rumania adalah salah satu negara paling korup di antara anggota Uni Eropa.
Namun, sejumlah politisi dari partai penguasa mengecam unjuk rasa dan mempertanyakan kenapa buruh rantau harus menggelar unjuk rasa.
Penerjemah: GM Nur Lintang
Editor: Boyke Soekapdjo
Pewarta: antara
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2018