Jadi, masih menjadi dugaan sementara apakah pilihan terhadap presiden dan anggota legislatif berbanding lurus atau tidak
Semarang (ANTARA News) - Pemilihan presiden yang waktunya bersamaan dengan Pemilu anggota legislatif, 17 April 2019, bisa menjadi indikator untuk menguji tingkat elektabilitas caleg dari parpol pengusung.
"Belum tentu pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno meningkatkan tingkat keterpilihan calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)," kata kata Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono.pertanyaan ANTARA News di Semarang, Jawa Tengah, Minggu.
Menurut Teguh, agak sulit diraba apakah Prabowo yang juga Ketua Umum DPP Partai Gerindra dan Sandiaga (mantan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra) bakal menambah suara caleg dari partai tersebut. Hal ini mengingat perilaku pemilih itu dinamis dan sangat kompleks.
"Jadi, masih menjadi dugaan sementara apakah pilihan terhadap presiden dan anggota legislatif berbanding lurus atau tidak," kata Teguh Yuwono.
Dengan demikian, katanya lagi, belum tentu Partai Gerindra menggeser posisi Partai Golkar yang meraih kursi DPR RI terbanyak kedua setelah PDIP pada Pemilu 2014.
Pada Pemilu 2014, PDIP sebanyak 109 kursi atau 19,4 persen kursi DPR, Partai Golkar 91 kursi (16,2 persen), Partai Gerindra 73 kursi (13 persen) dan Partai Demokrat 61 kursi (10,9 persen).
Urutan berikutnya, Partai Amanat Nasional 48 kursi (8,6 persen), Partai Kebangkitan Bangsa 47 kursi (8,4 persen), Partai Keadilan Sejahtera 40 kursi (7,1 persen), Partai Persatuan Pembangunan 39 kursi (7 persen), Partai NasDem 36 kursi (6,4 persen) dan Partai Hanura 16 kursi (2,9 persen).
Mengenai peluang Partai Gerindra bakal meraih untung, bahkan akan meraih kursi DPR RI terbanyak kedua pada Pemilu 2019, Teguh menegaskan bahwa hal itu belum tentu karena jaringan Partai Golkar di luar Pulau Jawa jauh lebih kuat.
"Tentu tidak mudah mengalahkan Partai Golkar karena banyak faktor yang menentukan perolehan suara, apalagi Pilpres lebih didominasi media," kata Teguh.
Ia menegaskan bahwa Pilpres lebih pada komunikasi politik, lebih elitis dan "mengudara" daripada pemilu anggota legislatif.
Kalau pemilu anggota legislatif yang signifikan figur, jaringan dan sumber daya. Tanpa tiga ini, menurut Teguh, kemungkinan besar tidak akan menang di daerah pemilihannya masing-masing.
Dengan demikian, seberapa besar pengaruh pilpres terhadap perolehan suara parpol pada pemilu perlu dibuktikan.
"Meski di atas kertas berpengaruh, apa signifikan? Itu `concern`-nya," kata Teguh yang juga alumnus Flinders University Australia itu.
Baca juga: Kapolri imbau peserta pemilu tidak kampanye hitam
Baca juga: Bawaslu RI adakan festival pengawasan lintas iman
Baca juga: Tahapan perbaikan daftar calon legislatif resmi ditutup
Pewarta: Kliwon
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018