Saat ini, banyak produk Indonesia membutuhkan bahan baku yang tidak dapat disediakan oleh dalam negeri sehingga butuh melewati impor
Jakarta (ANTARA News) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengharapkan Indonesia menunjukkan komitmen dan keseriusannya mendorong penghapusan hambatan nontarif dan juga menghilangkan restriksi atau pembatasan pada perdagangan internasional.
Peneliti CIPS Novani Karina Saputri dalam rilis di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa Indonesia sudah menandatangani General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) WTO pada 1994, yang menyebutkan kalau hambatan nontarif tidak boleh menjadi pembatasan dalam perdagangan.
Namun, menurut dia, Indonesia justru membatasai impor pada beberapa komoditas dan sejumlah hambatan nontarif yang juga mengakibatkan adanya gugatan seperti dari Selandia Baru dan Amerika Serikat kepada WTO terkait kebijakan hambatan nontarif tersebut pada 2013.
Ia berpendapat kalau pemerintah ingin memberikan suntikan insentif bagi importir dan memberikan kesan pasar potensial bagi mereka, maka sudah bukan saatnya fokus pada penghapusan kebijakan tarif, tetapi pemerintah perlu memberikan kelonggaran pada pembatasan yang bersifat nontarif yang dianggap berlebihan.
"Saat ini, banyak produk Indonesia membutuhkan bahan baku yang tidak dapat disediakan oleh dalam negeri sehingga butuh melewati impor," ucapnya.
Menurut dia, kalau pemerintah memberikan pembatasan terhadap impor yang berlebihan, tidak hanya akan berdampak pada kerugian yang dirasakan oleh negara eksportir, tetapi dapat menghambat pertumbuhan investasi di dalam negeri.
Novani juga mengemukakan hukum timbal balik berlaku dalam perdagangan, sehingga bila Indonesia memberikan restriksi impor yang dianggap terlalu proteksionis bagi negara eksportir, sehingga wajar jika Indonesia terancam mendapatkan hambatan dalam mengekspor produk ke negara mitra dagang.
"Contohnya saja Indonesia menjadi salah satu negara yang terancam keberadaannya sebagai negara yang memperoleh fasillitas GSP Amerika," paparnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita optimis generalized system of preferences (GSP) terhadap 124 produk Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat tidak akan dicabut setelah bernegosiasi dengan Duta Besar United States Trade Representative (USTR) Robert E Lighthizer.
"Jangan kita berandai-andai. Sebab saya tidak akan diundang kalau mereka bilang pasti mencabut," kata Mendag usai memberikan kuliah umum bertajuk "Mendorong Kinerja Ekspor Nasional di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global" di Universitas Airlangga Surabaya, Rabu (8/8).
Enggar sendiri mengaku tidak menyiapkan langkah khusus apabila GSP Indonesia jadi dicabut. Namun pihaknya akan kembali menemui Lighthizer di KTT ASEAN di Singapura pada September 2018.
Baca juga: Mendag optimistis GSP Indonesia tidak akan dicabut
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018