Jakarta (ANTARA News) - DPR menyatakan rasa prihatin terkait munculnya kasus penurunan Bendera Merah Putih di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan berharap kasus itu diselidiki hingga tuntas. "Kita harus menghargai lambang-lambang negara sebagai bentuk dedikasi kepada bangsa dan negara," kata Ketua DPR, Agung Laksono, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin. Agung menilai tindakan penurunan bendera itu sebagai bentuk provokasi. Masyarakat diharapkan tidak terpancing provokasi itu. "Hendaknya kita tetap tenang dan tidak terprovokasi". Kasus penurunan Bendera Merah Putih yang dilakukan orang tak dikenal tidak hanya terjadi di Kota Lhokseumawe, tetapi juga di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur, Provinsi NAD. "Selain di Lhokseumawe, kasus penurunan bendera Merah Putih dari halaman rumah penduduk itu juga terjadi di Aceh Utara dan Aceh Timur," kata Kabid Humas Polda NAD, Kombes (Pol) Jodi Heriyadi, di Banda Aceh, Senin. Aksi yang dilakukan sekelompok orang tak dikenal tersebut masuk kategori kriminal, karena mereka menurunkan sebanyak 150 buah bendera Merah Putih di kawasan Hagu, Kota Lhokseumawe pada Minggu (12/8) dinihari. Dia menegaskan, aparat kepolisian akan menindak tegas siapa pun pelaku penurunan bendera Merah Putih yang kini mulai dikibarkan di berbagai tempat sebagai rangkaian menyambut HUT ke-62 Proklamasi RI. "Kami telah menyiapkan personel untuk meningkatkan patroli menjelang Proklamasi sebagai upaya antisipasi gangguan keamanan, termasuk menangkap pelaku penurunan bendera Merah Putih dan pelaku intimidasi terhadap warga," tambahnya. Terkait dengan pelaku yang menurunkan sebanyak 150 lembar bendera dari tiang halaman rumah penduduk di Kota Lhokseumawe, Jodi menjelaskan kasus tersebut sedang dalam penyelidikan Polri. "Kita terus mengembangkan penyelidikannya. Jika nantinya tertangkap, maka akan diproses hukum sesuai ketentuan yang ada tanpa memandang siapa pelakunya," tambahnya. Menurut dia, aksi penurunan bendera Merah Putih itu jelas-jelas dilakukan orang tak menginginkan situasi aman pasca penandatanganan kesepakatan damai Pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, 15 Agustus 2005. "Aksi yang dilakukan sekelompok orang tak bertanggung jawab itu sebuah indikasi yang mengarah intimidasi dan teror kepada masyarakat menjelang perayaan HUT Proklamasi 17 Agustus 2007," jelasnya. Dipihak lain, ia mengimbau semua pihak untuk tetap mewaspadai tindakan teror dan intimidasi menjelang 17 Agustus. Tindak kriminal itu dapat merusak perdamaian yang telah dirasakan masyarakat Aceh, katanya. Jodi juga menyatakan komitmen proses perdamaian di Aceh tetap dalam konteks negara kesatuan RI. Semua pihak harus menyadari itu, sehingga damai yang telah dirasakan masyarakat dapat dipertahankan. (*)

Copyright © ANTARA 2007