Washington (ANTARA News) - Satu penelitian yang disiarkan pekan ini di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences menyatakan bahwa mempertahankan pemanasan global sebesar 1,5 sampai dua derajat Celsius mungkin lebih sulit daripada perkiraan sebelumnya.
Bahkan sekalipun pengurangan buangan karbon yang diserukan di dalam Kesepakatan Paris dipenuhi, ada resiko Bumi memasuki apa yang dikatakan oleh para ilmuwan "Hothouse Earth", kata penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Australia, Swedia dan Denmark itu.
Iklim "Hothouse Earth" dalam jangka panjang akan stabil pada kondisi rata-rata global empat sampai lima derajat Celsius lebih tinggi daripada temperatur pra-industri dengan tingkat permukaan air laut 10 sampai 60 meter lebih tinggi daripada hari ini.
Saat ini, temperatur rata-rata global cuma lebih satu derajat di atas temperatur pra-industri dan naik 0,17 derajat per dasawarsa.
"Pemanasan global ulah manusia dua deraja Celsius mungkin memicu proses lain sistem Bumi, yang seringkali disebut `umpan balik" yang dapat memicu pemanasan lebih jauh, sekalipun kita menghentikan buangan gas rumah kaca," kata penulis dokumen itu Will Steffen dari Australian National University, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu.
Para peneliti tersebut mempertimbangkan 10 proses umpan-balik alam, yang sebagian adalah "anasir puncak" yang mengarah kepada perubahan mendadak jika jejak penting dilewati.
Umpan-balik itu adalah: pencairan lapisan es bawah permukaan, hilangnya metana hidrat dari dasar samudra, tanah yang melemah dan tenggelamnya karbon samudra, peningkatan respirasi bakteri di samudra, kematian hutan hujan Amazon, kematian hutan utara, berkurangnya lapisan es belahan Bumi Utara, hilangnya es samudra musim panas Kutuk Utara dan berkurangnya lapisan es Kutub Selatan dan lapisan es kutub.
"Semua unsur puncak ini dapat berpotensi bertindak seperti deretan kartu domino. Segera setelah satu didorong, unsur tersebut mendorong Bumi ke arah yang lain," kata penulis bersama dokumen itu Johan Rockstrom, Direktur Pelaksana Stockholm Resilience Centre.
"Mungkin sangat sulit atau tidak mungkin untuk menghentikan seluruh deret domino untuk jatuh," kata Rockstrom.
Untuk menghindari skenario tersebut, tidak cukup cuma mengurangi karbon dioksika dan buangan gas lain rumah kaca. Peningkatan dan pembentukan penyimpanan baru karbon biologi, pelestarian keragaman hayati dan teknologi yang menghilangkan karbon dioksida dari atmosfir dan menyimpannya di bawah tanah diperlukan, kata penelitian itu.
"Iklim dan perubahan global memperlihatkan kepada kita bahwa kita manusia mempengaruhi sistem Bumi pada tingkat global," kata penulis lain penelitian tersebut, Katherine Richardson, dari University of Copenhagen.
Penerjemah: Chaidar Abdullah
Pewarta: antara
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2018