"Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Jumat.
MK dalam pertimbangannya menyatakan pasal 158 ayat dua huruf a Undang-undang nomor 10 tahun 2016, bahwa perserta pemilihan bupati dan wakil bupati, Wali kota dan Wakil Wali Kota dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250 ribu jiwa.
Pengajuan perselisihan dapat diajukan jika terdapat selisih paling banyak dua persen, dari total suara sah hasil penghitungan tahap akhir yang ditetapak KPU.
Jumlah perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak jika dua persen dari total suara sah yaitu 2.054 suara, untuk selisih maksimal dapat mengajukan permohonan sengketa ke MK.
Bahwa perolehan suara pemohon adalah 37.032 suara, sedangkan perolehan suara pihak terkait pasangan calon peraih suara terbanyak 42.398 suara, sehingga perbedaan suara adalah 5.366 atau 5,22 persen, sehingga lebih dar 2.054 suara.
"Meskipun kedudukan pemohon adalah pasangan calon, namun pemohon tidak dapat memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 uu nomor 10/2016, sehingga menurut Mahkamah, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan perkara," ucap majelis hakim.
Sementara itu Marthen Taha yang merupakan calon Wali Kota Gorontalo petahana, ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa, kemenangan yang telah diraih, adalah kemenangan rakyat Kota Gorontalo.
"Semoga kami dapat mewujudkan apa yang kami janjikan kepada masyarakat dalam program dan kebijakan kami, tahun 2019 sampai 2024 nanti" tegas Marthen Taha.
Pewarta: Susanti Sako
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018