Depok, 12/8 (ANTARA) - Fauzi Bowo yang akrab dipanggil Foke telah memenangkan pilkada Jakarta bukan karena ia didukung oleh koalisi 19 partai, tetapi karena sosoknya yang lebih populer, menurut analis politik UI Boni Hargens. "Soal kemenangan Foke karena unsur sosoknya, saya kira itu betul," kata Boni, menanggapi kemenangan Foke pada Pilkada DKI Jakarta, di Depok, Minggu. Boni juga mengatakan Adang Daradjatun sekalipun kalah, tetap saja itu adalah kemenangan bagi PKS karena mampu menembus rating di atas 40 persen. Menurut dia, partai politik sudah tidak lagi dipercaya dan kalau sadar diri, mereka sudah ditinggalkan rakyat. Ketepatan dalam memilih jargon juga poin plus tim Foke. Slogan "Jakarta untuk semua" itu tak bisa dilawan oleh slogan Adang seperti "Ayo Benahi Jakarta". Semboyan Foke lebih menyentuh wilayah kesadaran masyarakat, sementara slogan Adang rata2 hanya mengobok-obok wilayah emosi tapi tidak mengendap sampai ke wilayah kesadaran, makanya kurang memikat. Perolehan suara Adang yang lebih dari 40 persen, bukan serta-merta dianggap sebagai perolehan suara PKS. "Unsur Adang tetaplah hal utama dalam pilkada ini," jelasnya. Dikatakannya barangkali cuma 25 persen suara PKS, selebihnya itu karena unsur Adang. Selain itu, sebagian pemilih Adang adalah massa dari parpol besar yang menghendaki perubahan. Mereka lanjut Boni, ingin figur baru di Jakarta dan ketika calon hanya dua, terpaksa mereka memilih Adang. Jadi, eskalasi perolehan suara Adang karena faktor keterbatasan kandidat. "Kelompok pemilih progresif yang ingin perubahan tidak memiliki alternatif lain selain Adang atau Golput, termasuk saya sendiri," kata Boni. Dikatakannya saya Golput karena alternatif tidak ada, sekalipun kalau harus memilih dengan prinsip "minus malum" (yang paling kurang buruknya), pastinya calon pluralis yang dipilih. Tantangan Foke ke depan, kata Boni adalah bagaimana mewujudkan janji-janji politiknya. Ini tidak mudah karena partai pendukung yang terlalu banyak pasti meminta jatah kekuasaan. "Energi Foke 1-2 tahun pertama terkuras hanya untuk melayani tuntutan partai-partai pendukungnya. Mungkin masuk tahun ke-3 baru Foke bisa berkarya untuk Jakarta," jelasnya. Jadi, lanjut Boni, janganlah terlalu berharap juga pada kemenangan ini. Foke bisa saja mengabaikan partai-partai pendukungnya, dengan cara memperkuat kepemimpinan sehingga rakyat simpatik, tapi tetap saja akan menjadi persoalan. "Kesuksesan itu baru kelihatan pada 2 atau 1 tahun terakhir masa pemerintahannya. Sekali lagi, warga Jakarta tidak perlu berharap terlalu banyak dari kemenangan Foke ini karena keadaan akan tetap sama," demikian Boni. (*)
Copyright © ANTARA 2007