Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Muhammad Ismail Yusanto, menolak sistem demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, tetapi tetap mengakui adanya pluralitas di dalam suatu masyarakat. "Kami menolak demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, karena kedaulatan itu seharusnya berada di tangan Allah," katanya kepada wartawan dalam Konferensi Kekhilafahan Internasional di Jakarta, Minggu. Namun, lanjutnya, pihaknya juga tidak serta-merta menolak pemilihan umum (pemilu) dan sistem perwakilan yang terdapat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan, ujar Ismail, gerakan Hizbut Tahrir di berbagai negara juga pernah memiliki pengalaman mengikuti pemilu seperti yang terjadi di Lebanon dan Jordania. Ia menuturkan ketika Indonesia menyelenggarakan pemilu tingkat nasional pada 2004, pernyataan resmi yang dikeluarkan HTI adalah agar rakyat memilih yang terbaik karena setiap pilihan pasti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Ismail juga memaparkan Hizbut Tahrir mengakui adanya pluralitas yang diindikasikan dari beragam kerja sama yang diselenggarakan HTI dengan berbagai pihak di Indonesia. "HTI tidak memiliki hambatan apa pun untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak, seperti partai Islam lainnya," katanya, seraya menambahkan HTI tidak akan menempuh metode kekerasan dalam mencapai tujuannya, yaitu tegaknya syariah dan kekhalifahan Islam. Ismail juga menuturkan acara Konferensi Kekhalifahan Internasional itu tidak dimaksudkan untuk membuat deklarasi lahirnya sebuah kekhalifahan atau sebuah partai politik baru, tetapi lebih bersifat sebagai nasihat keagamaan dalam memberikan pendidikan kepada umat. Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin yang turut dalam konferensi pers itu berpendapat Hizbut Tahrir adalah gerakan yang sangat bersemangat dalam memperjuangkan penerapan syariah Islam, tetapi tanpa menggunakan cara-cara kekerasan. Berdasarkan pantauan ANTARA, sekitar 100.000 orang massa HTI yang mayoritas memakai pakaian berwarna putih itu memadati Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta yang menjadi tempat penyelenggaraan konferensi. Beragam tokoh nasional yang menghadiri acara tersebut antara lain pendiri Darut Tauhid Abdullah Gymnastiar yang akrab dipanggil Aa Gym dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. (*)
Copyright © ANTARA 2007