Jakarta (ANTARA News) - Sebuah durian raksasa terbelah dua bertengger pada panggung kecil di seberang Patung Jenderal Sudirman, di depan Gedung Bank BNI, berisi sebuah sedan Mercy silver mulus keluaran terbaru siap pakai.
Hampir enam bulan berlalu mobil mentereng itu memamerkan kemewahannya, menantang para nasabah untuk segera mengendarainya.
Selain mobil, masih ada miliaran uang tunai, ribuan motor, televisi dan telepon genggam untuk membujuk masyarakat agar menyimpan uang di bank tersebut.
Jor-joran hadiah kini bagaikan keharusan bagi bank untuk mengejar penghimpunan dana sebesar-besarnya dari masyarakat.
Selain BNI, bank berpredikat "terbaik" versi Investor Daily seperti BRI, Bank Mandiri, Bank Danamon, dan BCA, juga menggelar program serupa.
Hasilnya, penghimpunan pundi-pundi tabungan bank tersebut meningkat berarti, meski terjadi penurunan suku bunga tabungan dari rata-rata 4,62 persen pada Mei 2006 menjadi 3,39 persen pada Mei 2007.
Data Bank Indonesia menunjukkan, pada kuartal I 2007, bank umum menghimpun dana tabungan sebesar Rp160 triliun, atau naik sekitar 22 persen dari periode yang sama pada 2006.
Berdasarkan analisisi pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, fenomena pemberian hadiah besar-besaran ini mencerminkan kondisi keuangan makro yang tidak sehat.
Meskipun hadiahnya berlimpah, suku bunga tabungan yang diberikan kepada nasabah cenderung rendah, yaitu sekitar 3-4 persen. Apalagi, ada beban biaya administrasi yang cukup besar per bulannya.
Anggapan mengenai kemungkinan tawaran miliaran hadiah sebenarnya merugikan nasabah, juga dibenarkan oleh Sudaryatmo.
"Di sini yang terjadi bunga tabungan itu lebih rendah dari yang seharusnya. Bank memangkas bunga yang seharusnya sekitar 1-2 persen, yang kemudian disumbangkan ke hadiah-hadiah itu. Jadi sebenarnya ada 'subsidi bunga' dari nasabah ke hadiah besar-besaran itu," ungkapnya.
Bagaimana pun, lanjutnya, bank tak perlu merogoh dana sendiri untuk membelikan hadiah-hadiah yang "wah" dan mentereng tersebut.
Dia mengungkapkan semakin rendah suku bunga yang diberikan, semakin banyak hadiah yang ditawarkan.
Misalnya, tabungan Bank Mandiri berbunga 2,5 persen. Hadiahnya 50 unit Toyota New Camry, 200 unit Toyota Innova, 4200 unit motor Honda.
Dari BNI yang menawarkan BNI Taplus berbunga 2 persen. Hadiahnya uang tunai 8 miliar, 18 Mercedes C240, 188 toyota rush, 1.888 motor, 1.888 HP.
Tabungan BCA berbunga 2 persen. Hadiahnya 25 unit Mercedes-Benz E class dan 3500 TV LCD 32" Polytron.
Persaingan
Ahli perencana keuangan Safir Senduk mengatakan, persaingan yang ketat antar bank umum dalam menghimpun dana menjadi pemicu terjadinya fenomena jor-joran hadiah.
Menurut dia, iming-iming uang dan barang mewah tentunya dapat menjadi nilai tambah dan nilai promosi, sebuah bank di mata masyarakat. Sementara dalam hal suku bunga dan pelayanan, hampir semua bank memberikan porsi yang hampir sama.
"Bank sadar kalau hanya memberi bunga, ia tidak punya kelebihan dibanding pesaingnya. Oleh karena itu, bank menggunakan hadiah sebagai iming-iming," katanya.
Program undian berhadiah ini berhasil menarik perhatian masyarakat juga karena didukung oleh kemudahan syarat untuk mengikuti undian. Pada bank Mandiri, misalnya, nasabah secara otomatis diikutsertakan dalam uji peruntungan ketika membuka rekening tabungan dengan saldo minimal.
"Nasabah yang memiliki saldo rata-rata per bulan minimal sebesar Rp1 juta, secara otomatis diikutsertakan dalam undian Mandiri Fiesta ini," ujar Direktur Micro & Retail Banking Bank Mandiri Budi G. Sadikin.
Direktur Pelaksana BRI, A. Tony Soetirto, mengaku bahwa maraknya program undian berhadiah di banknya antara lain menyebabkan suku bunga rendah, karena sebagian keuntungan dari suku bunga rendah itu dipakai untuk biaya promosi.
Meskipun demikian, nasabah tabungan tetap saja diuntungkan meskipun suku bunganya relatif lebih rendah dibanding deposito karena adanya penyediaan fasilitas bagi mereka.
"Dengan adanya distribusi channel yang makin banyak seperti ATM, SMS banking, kemudian cabang-cabang dan pelayanan yang kita tingkatkan, diharapkan jumlah nasabah bisa meningkat sehingga menambah dana murah untuk BRI," kata Tony.
Terbukti, sejak peluncuran program "Untung Beliung Britama" terjadi peningkatan jumlah nasabah sekitar 325.000 orang dari tahun 2006. Hal ini bahkan diikuti pula dengan kenaikan jumlah nasabah pada simpanan giro dan deposito.
Pandangan berbeda dikemukakan BNI. Kepala Grup Produk Divisi Dana dan Jasa Konsumen BNI, Ayu Sari Wulandari, mengatakan biaya program "Durian Runtuh" BNI bukan diambil dari keuntungan suku bunga tabungan yang rendah namun murni dari biaya promosi.
"Dari awal memang sudah diset biaya promosi lebih banyak untuk mempromosikan tabungan dari sisi flesksibilitas dan sisi keuntungannya," kata Ayu.
Menurut Ayu, suku bunga tabungan memang rendah dibandingkan dengan deposito. Namun sebagai kompensasinya nasabah tabungan mendapatkan banyak fasilitas, seperti diskon belanja dan beberapa kemudahan dari sisi elektronik channelnya.
"Rata-rata orang membuka tabungan untuk kepentingan transaksi sehari-hari, sedangkan kalau deposito memang bisa untuk mencari bunga sebesar-besarnya untuk tambahan investasi," kata Ayu.
Hati-hati
Sudaryatmo mengatakan sebaiknya calon nasabah mengidentifikasi kebutuhannya dan berhati-hati sebelum mengajukan aplikasi penyimpanan uang tabungan di bank yang marak dengan undian berhadiah besar-besaran yang ditawarkan bank belakangan ini.
Ia melihat adanya tren menabung bukan untuk menikmati bunga, tapi semata-mata hanya sebagai alat pembayaran transaksi sehari-hari saja. Dalam konteks ini, nasabah harus memprioritaskan kualitas layanan dan keluasan jaringan yang dimiliki bank tersebut.
Seperti komentar Okky (21), nasabah dari dua bank, BNI dan BCA. Ia mengaku tidak terlalu tertarik dengan tawaran bunga tinggi maupun hadiah besar oleh bank tersebut.
"Yang penting duit masuk rekening dan transaksi kemana-mana gampang," kata mahasiswa UI yang juga pengusaha sepatu ini.
Ia berpendapat yang terpenting adalah fasilitas pembayaran yang mudah diingat dan dilakukan.
Senada dengan Okky, Oscar (23), karyawan swasta di Jakarta, juga tidak mengharapkan keuntungan dari bunga bank karena takut riba. Sebagai gantinya, ia lebih senang bank memberi banyak hadiah meskipun selama lima tahun menabung belum pernah beruntung memenangkan suatu hadiah.
"Kasih bunga standar sajalah, ngga usah besar-besar tapi banyakin hadiah. Walaupun selama ini belum pernah menang, saya senang saja dapat kesempatan menang mobil atau motor, kan lumayan," kata nasabah BNI itu.
Murni (48), ibu rumah tangga, mengaku cukup tertarik dengan undian berhadiah karena pernah melihat tetangganya mendapat motor. "Ya, percaya nggak percaya sih. Kalau dapat syukur, kalau tidak ya sudah," katanya.
Dia juga menambahkan bahwa tidak terlalu peduli dengan bunga tabungan yang kecil dan setiap bulan terkena biaya administrasi yang besar. Karena, motivasinya menabung bukan mengejar bunga, tapi lebih untuk kemudahan melakukan transaksi sehari-hari lewat ATM.
Melihat kekurangpedulian masyarakat ini, YLKI mengharapkan sikap berhati-hati dari masyarakat, karena sebenarnya ada dua unsur kerugian, selain pemberian suku bunga yang rendah, di saat yang bersamaan nilai uang tertekan dengan laju inflasi.
Dengan suku bunga tabungan bank berkisar antara 3-4 persen, sedangkan angka inflasi mencapai sekitar 6-7 persen, maka dana tabungan secara alami tergerus nilainya.
Hal itu mengindikasikan, "future value" (nilai masa depan) uang tabungan mengalami penurunan meskipun nilai nominalnya naik.
Belum lagi, uang administrasi sebagai nasabah tabungan naik, maka sebenarnya dana sabah itu tergerus tajam untuk nilai masa depannya.
Karena itu, jor-joran hadiah yang diuntungkan hanyalah pihak banknya yang pintar memikat dengan kemewahan hadiah, sedang nasabah secara tidak sadar telah banyak dirugikan.
"Akan lebih bagus kalau tanpa gelimpangan hadiah tapi bunga yang diberikan besar. Kalau undian, tidak semua nasabah beruntung mendapatkannya. Sementara bunga, bisa dinikmati secara merata oleh semua nasabah," kata Sudaryatmo. (*)
Oleh Oleh Fanny F. Putri dan Cita A
Copyright © ANTARA 2007