Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Wahid Foundation merekomendasikan pemerintah untuk mencegah meningkatnya kasus-kasus politisasi agama menjelang Pemilihan Presiden 2019 dengan melakukan deteksi dini.

"Wahid Foundation memberi sejumlah rekomendasi. Salah satunya melakukan deteksi dini untuk mengantisipasi meningkatnya ujaran kebencian menjelang Pilpres dan Pileg 2019," ujar Direktur Wahid Foundation Yenny Zannuba Wahid dalam acara Laporan Tahunan Kemerdekaan Beragama Berkeyakinan (KBB) dan Politisasi Agama 2017 yang diselenggarakan Wahid Foundation di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu.

Yenny mengatakan deteksi dini dapat dilakukan dengan beragam hal, salah satunya dengan mencabut peraturan perundang-undangan yang diskriminatif.

Putri Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu juga mendorong organisasi masyarakat sipil, serta organisasi-organisasi keagamaan memperkuat semangat toleransi.

Ia mengatakan fenomena politisasi agama dan ujaran kebencian seperti yang muncul dalam pilkada DKI Jakarta 2017 harus diwaspadai terulang kembali di Pilpres 2019.

Berdasarkan fakta yang terjadi, kata dia, konflik Pilkada DKI Jakarta menunjukan jika masalah utama bukan disebabkan masyarakat alergi dengan perbedaan agama atau keyakinan.

Masyarakat Indonesia umumnya menyadari jika perbedaan tersebut merupakan kenyataan bangsa Indonesia.

Menurut penerima gelar Duta Perdamaian dari Universal Peace Federation itu, masalah terbesar dalam politisasi agama terjadi setidaknya karena dua hal. Pertama, penggunaan idiom atau simbol agama secara eksesif dan tidak tepat di ruang-ruang politik.

Kedua, adanya usaha-usaha sebagian kelompok memanfaatkan perasaan tidak suka, rasa terancam dan kebencian terhadap kelompok yang berbeda untuk meraih dukungan politik.

Manajer Riset Wahid Foundation Alamsyah menyampaikan sepanjang pilkada 2017 di Pulau Jawa, Wahid Foundation mencatat 28 peristiwa politisasi agama dengan 36 tindakan.

Perbedaan jumlah peristiwa dan tindakan tersebut menunjukkan bahwa dalam satu peristiwa terjadi beberapa tindakan.

"Peristiwa politisasi agama paling banyak terjadi di DKI Jakarta dengan 24 peristiwa menjelang putaran satu dan dua. Berikutnya Jawa Barat dengan tiga peristiwa, dan Banten satu peristiwa," jelas Alamsyah.

Dia mengatakan korban individu politisasi agama paling dikenal di Jakarta adalah Basuki Tjahaja Purnama dengan menerima 10 tindakan.

Setelah itu disusul Ridwan Kamil di Jawa Barat dan Rano Karno di Banten.

"Anies Baswedan juga tercatat sebagai korban karena dituduh pengikut Syiah," jelasnya.

Sementara itu dari 28 peristiwa hanya satu peristiwa yang dilakukan aktor negara, sisanya sebanyak 27 peristiwa dilakukan aktor non-negara antara lain oleh Front Pembela Islam (FPI) tercatat terlibat dalam enam tindakan, selebihnya para pengelola rumah ibadah sebanyak empat tindakan dan aktor-aktor lain.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018