Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menegaskan organisasi tersebut tidak terlibat dalam politik praktis dan tidak menjadi bagian atau berafiliasi dengan partai politik manapun.

"PGRI berdiri di atas semua golongan, dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Kami mengimbau seluruh guru dan tenaga kependidikan (GTK) di seluruh Indonesia, terus menunjukkan komitmennya untuk bebas dari pengaruh politik," ujar Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi, kepada pers saat menyampaikan hasil rekomendasi Forum Rapat Koordinasi
Nasional (Rakornas) PGRI, di Jakarta, Selasa.

Keterlibatan pengurus dan anggota PGRI dalam kontestasi politik adalah tanggung jawab pribadi sebagai warga negara yang memiliki hak konstitusional.Penegasan atas sikap PGRI penting dilakukan, ujar dia, mengingat 2019 adalah tahun politik.

PGRI, ujar dia, telah menginstruksikan kepada pengurus di semua tingkatan dan anggota PGRI di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi marwah organisasi dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan, menghormati perbedaan, menjaga kesejukan.

"Tidak melakukan maupun menyebarkan ujaran kebencian, dan tidak melakukan hoax sehingga kita bisa mengikuti proses demokrasi secara damai dan bermatabat."

Terkait adanya aksi masa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada 10 Agustus nanti, Unifah menegaskan PGRI tidak ambil bagian. "PGRI tidak berafiliasi dengan KSPI dan sudah pisah dengan KSPI dan kami tidak bertanggung jawab, dan tidak terlibat dalam perencanaan dan tidak akan terlibat dalam aksi tanggal 10 Agustus 2018 itu.

Ia mengingatkan agar mengedepankan sikap saling menghormati antara KSPI dan PGRI sehingga ke depan tidak boleh ada penggunaan logo, panji, dan atribut PGRI dalam kegiatan KSPI.

Pada kesempatan itu, PGRI menyampaikan sejumlah apresiasi untuk pemerintah, terkait bakal dihidupkan kembali mata pelajaran TIK menjadi Informatika, selanjutnya akan diterbitkan larangan diklat berbayar bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah.

Namun demikian, PGRI tetap meminta pemerintah untuk memerhatikan berbagai persoalan guru di Tanah Air. "Ada tiga persoalan yang perlu dievaluasi oleh pemerintah terkait guru, yakni pertama terkait persoalan kualitas guru yang belum merata.

Kedua, saat ini Indonesia mengalami darurat guru atau kurang guru. Berdasarkan data Kemendikbud, sebanyak 44 persen posisi pengajar diisi oleh guru non-PNS. Ketiga, masalah kedaulatan guru. Unifah menilai posisi guru saat ini tidak berdaulat, jauh lebih baik posisi dosen. Sebab, sistem dosen lebih mudah dan simpel.

Ketiga persoalan tersebut menurut Unifah harus dibenahi oleh pemerintah dalam hal kesejahteraan guru. Ditambah lagi kesejahteraan guru honorer yang masih kurang.

Pewarta: Zita Meirina
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018