"Beberapa infrastruktur harus mengerem, karena mengandung impor yang besar..."
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Aviliani menyarankan agar pemerintah untuk lebih fokus menjaga stabilitas harga dan nilai tukar dibanding mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar rupiah, Aviliani yang ditemui usai seminar di Jakarta, Selasa, mengatakan pemerintah perlu mengerem beberapa proyek infrastruktur yang mengandung komponen impor yang besar.
"Beberapa infrastruktur harus mengerem, karena mengandung impor yang besar. Jadi lupakan dulu pertumbuhan tinggi, dan lebih diperhatikan stabilitas. Bagi masyarakat stabilitas harga dan bagi pemerintah stabilitas nilai tukar," ujar Aviliani.
Ia mengakui pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2018 sebesar 5,27 persen secara tahunan (year on year/yoy) sudah cukup bagus.
Baca juga: Pengamat: Indonesia bisa peringkat lima dunia jika fokus
Aviliani mengatakan bahwa ekonomi yang didorong untuk tumbuh lebih tinggi cenderung akan memberikan dampak kepada nilai tukar, seperti pada proyek infrastruktur yang dibangun secara masif, namun ternyata juga turut meningkatkan impor dan mempengaruhi neraca transaksi berjalan.
Kemudian, Aviliani juga mengatakan konsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber pertumbuhan PDB perlu dijaga agar tidak menurun di triwulan-triwulan berikutnya.
Tingkat konsumsi masyarakat yang menurun dapat menimbulkan efek ke investasi serta penerimaan pajak, dan hal tersebut dapat berpengaruh nantinya pada PHK.
Menurut catatan BPS, konsumsi rumah tangga merupakan sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi di triwulan II-2018, yakni sebesar 2,76 persen.
Baca juga: Luhut sebut proyek infrastruktur tidak perlu ditunda antisipasi pelemahan rupiah
Pewarta: Roberto Calvinantya Basuki
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018