Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti persoalan pemenuhan hak pilih pasien rumah sakit dalam Pilkada 2018 karena buruknya koordinasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota dengan dinas kesehatan serta manajemen rumah sakit.
"Jaminan pemenuhan hak pilih bagi pasien rumah sakit masih menjadi persoalan yang serius. Tidak ada pendataan pemilih yang berdampak kehilangan hak pilihnya," ucap Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan meski terdapat fasilitasi untuk memilih, dalam pelaksanaannya tidak maksimal seperti yang terjadi di wilayah pantauan Sumatera Utara, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fasilitasi pun dinilainya minim, seperti yang terjadi di RS Kariadi Semarang, yakni dari sekitar 2.000 pasien dan petugas medis, hanya dilayani oleh enam TPS sekitar dengan surat suara total hanya 125 lembar.
Selain di rumah sakit, Hairansyah mengatakan jaminan pemenuhan hak pilih pasien dengan gangguan kejiwaan pun belum berjalan dengan baik.
Dari pantauan berbagai wilayah, tutur dia, belum terdapat perhatian, baik berupa pendataan pemilih mau pun fasilitasi pada tahap pemungutan suara.
"Perhatian terhadap hak pilih pasien dalam kategori khusus ini sepertinya menurun dibandingkan dengan saat penyelenggaran Pilpres dan Pileg 2014 yang lalu," tutur Hairansyah.
Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan secara struktural dan fungsional KPU berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan seluruh pemerintah daerah menjamin pemilih di RSUD dan RSJ dapat menyalurkan hak pilihnya.
Sementara itu, untuk pemenuhan hak pilih penyandang disabilitas, Komnas HAM mengapresiasi KPU karena secara maksimal menjamin pemenuhan hak konstitusionalnya mulai tahap pendataan pemilih, sosialisasi dan penyediaan fasilitasi untuk pemilih.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018