Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dinilai lalai menjalankan mandat Undang-Undang No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, karena setahun setelah UU tersebut ditetapkan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum juga terbentuk. Koalisi Perlindungan Saksi yang terdiri dari puluhan lembaga swadaya masyarakat menyatakan Pemerintah tidak menjalankan mandat UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban karena berdasarkan pasal 45, LPSK harus dibentuk selambat-lambatnya setahun setelah UU tersebut ditetapkan. "Namun sampai saat ini proses pendirian LPSK masih tersendat-sendat dan tidak diketahui secara pasti kapan akan dilakukan. Dengan demikian, dipastikan bahwa pembentukan LPSK akan terlambat," papar Ketua Divisi Pengawasan Impunitas dan Reformasi Institusi Kontras, Haris Azhar di Jakarta, Jumat. UU tersebut akan berumur tepat satu tahun pada tanggal 11 Agustus. Keterlambatan pembentukan LPSK itu disebut Koalisi Perlindungan Saksi disebabkan adanya keterlambatan dalam proses seleksi pemilihan lembaga perlindungan saksi dan belum terbentuknya peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan. Peraturan tersebut antara lain PP tentang pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi (pasal 7 ayat 3), peraturan presiden tentang kedudukan, susunan, organisasi, tugas dan tanggung jawab sekretariat (pasal 18 ayat 4) dan PP tentang kelayakan diberikannya bantuan kepada saksi dan korban, jangka waktu dan besaran biaya sesuai dengan pasal 34 ayat 3. Proses seleksi dan penyusunan PP sejak awal tahun 2007 telah dilakukan namun karena berbagai kendala teknis maka proses tersebut tidak berjalan lancar. "Justru berita mengejutkan muncul karena ternyata pemerintah tidak menganggarkan biaya untuk proses seleksi anggota LPSK," kata Haris. Koalisi Perlindungan Saksi menuntut agar Pemerintah segera membentuk LPSK karena keberadaan para saksi dan korban masih banyak mengalami intimidasi dan tidak mendapatkan perlindungan yang memadai. Dengan penundaan pembentukan LPSK itu, Pemerintah dinilai melakukan pelanggaran hukum karena tidak melaksanakan mandat UU dan Pemerintah disebut mengabaikan hak-hak saksi dan korban yang telah dijamin dalam UU. "Hingga kini, para korban dan saksi masih mengalami berbagai bentuk intimidasi dan teror yang menghambat proses penegakan hukum," ujar Haris.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007