Dili (ANTARA News) - Sekitar 1.000 warga Timor Leste meninggalkan rumah-rumah mereka karena aksi kekerasan etnik dan politik yang dipicu oleh penunjukkan pemerintah baru yang kontroversil pekan ini, kata polisi, Jumat. Kelompok-kelompok geng membakar 200 rumah di distrik Viqueque dalam serangan-serangan yang berlangsung sampai Kamis malam, yang memaksa penduduk desa melarikan diri ke gunung-gunung, kata komandan polisi lokal Jose de Carvalho. "Berdasarkan pemantauan kami, mereka tidak memiliki air bersih dan makanan dan tidak ada pejabat pemerintah yang datang," kata Carvalho melalu telepon. Pasukan asing yang dikirim ke Timor Leste setelah pertumpahan darah tahun lalu digelar di distrik itu dan membubarkan geng-geng itu, kata Carvalho. Tidak jelas siapa yang bertanggungjawab atas serangan-serangan itu tapi ketegangan etnik meningkat selama puluhan tahun di distrik itu dan pertikaian politik memperburuk konflik itu. Seorang penduduk desa yang rumahnya dihancurkan di daerah Watulari distrik itu meminta bantuan pemerintah, dengan mengatakan mereka yang mengungsi menghadapi kelaparan. "Tidak ada lagi rumah di Watulari, semua dibakar. Anak-anak dan orang-orang dewasa lari ke hutan dan kami menderita karena tidak ada makanan dan air untuk kami," kata Miguel Trindade di gedung parlemen di ibukota Dili. Jose Oliveira, seorang aktivis di Yayasan HAK, satu kelompok hak asasi manusia, mendesak pemerintah baru memulihkan hukum dan ketertiban. "Pemerintah harus memberlakukan hukum dan menghentikan kekacauan di negara itu. Orang yang tidak bersalah menjadi korban karena pertikaian para pemimpin mereka," katanya. Pertumpahan darah antar faksi meletus di negara miskin berpenduduk sekitar satu juta jiwa itu tahun lalu, yang memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah-rumah mereka. Kerusuhan, yang menewaskan 37 orang, dipicu oleh keputusan pemerintah terdahulu memecat 600 tentara.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007