"Orang-orang, terutama remaja, di Korea tak punya banyak kesempatan untuk menikmati aktivitas budaya, yang saya percaya jadi satu dari faktor krusial yang melahirkan banyak 'sasaeng'," kata profesor psikologi di Seoul National University, Kwam Keum-joo pada Korea Times.
"Sasaeng" dalam bahasa Korea punya arti kehidupan pribadi, tapi dalam kasus ini diartikan sebagai penggemar obsesif.
"Dulu, mereka hanya menonton televisi dan mendengarkan K-pop, bukan menikmati sejumlah hobi seperti bermain alat musik dan berolahraga. Mereka tidak menikmati aktivitas selain 'fangirling' atau 'fanboying', itulah mengapa mereka terobsesi dengan satu-satunya hobi sampai ke titik yang bisa mengganggu si bintang."
Kwak mengatakan media juga punya tanggungjawab atas fenomena ini, sebab media terlalu fokus pada hallyu dan K-pop akhir-akhir ini, membuat orang tidak bisa mengapresiasi keberagaman.
"Hallyu adalah kebanggaan nasional yang ditekankan saat ini, seperti yang dibuktikan oleh grup BTS, tapi itu juga membuat 'sasaeng' dan obsesi merajalela, yang menurut saya adalah efek negatif dari demam K-pop."
Sebagian "sasaeng" mengejar sang bintang seharian, sebagian menunggu di depan rumahnya. Para penggemar ini telah membuat para bintang terusik sejak 1990-an, ketika grup idola seperti H.O.T. mulai tenar di Korea.
Kwak menjelaskan perilaku sasaeng lebih condong pada usaha ingin memperlihatkan diri pada sang idola ketimbang delusi.
Ada satu kejadian ketika seorang penggemar berhasil menyusup ke kediaman grup TVXQ dan berfoto di sana, yang kemudian dikirimkan kepada grup itu.
Jackson Wang dari grup K-pop GOT7 bahkan sempat mengalami kecelakaan mobil pada 2016 karena dikejar taksi yang dinaiki "sasaeng".
"Bahkan di antara para penggemar, ada kompetisi untuk tambil mencolok dan mendapat perhatian dari bintang," kata Kwak. "Mereka ingin pamer bahwa mereka 'berbeda'."
Meski mereka berhasil mengumpulkan informasi pribadi mengenai sang idola dengan cara apa pun, mereka tetap merahasiakannya. Sebab, karir orang yang mereka cintai bisa hancur bila informasi itu dibocorkan. Selain itu, mereka juga enggan berbagi informasi karena yang mereka incar adalah keeksklusifan.
Para agensi manajemen juga kerap khawatir bila "sasaeng" membocorkan hal-hal sensitif mengenai pesohor. Namun, karena "sasaeng" juga dianggap bagian dari penggemar, jika agensi salah merespons, penggemar juga berkurang.
Tindakan hukum tidak dianggap sebagai solusi terbaik. Menguntit, salah satu hal yang sering dilakukan "sasaeng", dianggap sebagai pelanggaran kecil di Korea, dendanya hanya 100.000 won (Rp1,2 juta).
"Kini, selebritas harus lebih tegas," kata Kwak. "Mereka tidak boleh menerima apa pun yang diberi penggemar, entah itu kado atau perhatian, tapi memberi panduan pembatasan resmi."
"Para bintang harus angkat suara bila mereka ingin ada perubahan. Butuh keberanian dan mungkin ini memang akan membuat sebagian penggemar marah. Tapi tetap saja mereka harus lebih tegas dan memperjelas pada penggemar mana yang boleh dan mana yang dilarang."
Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018