Kami telah berhasil memperoleh jeruk tanpa biji dan penampilan warna yang disukai konsumen dengan memfusikan jeruk siam simadu dengan jeruk mandarin satsuma,
Bogor, 4/8 (ANTARA News) - Guru Besar tetap Fakultas Pertanian IPB Prof Agus Purwito memperkenalkan metode baru dalam pemuliaan tanaman yang menghasilkan bibit bermutu dan perakitan varietas baru, dan salah satu hasilnya adalah jeruk tanpa biji.
"Kami telah berhasil memperoleh jeruk tanpa biji dan penampilan warna yang disukai konsumen dengan memfusikan jeruk siam simadu dengan jeruk mandarin satsuma," kata Prof Agus dalam orasi Guru Besar IPB di Kampus Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Ia menjelaskan, jeruk tanpa biji ini dihasilkan melalui metode fusi protoplas yang merupakan alternatif metode untuk mengintrospeksi gen yang berasal dari tanaman yang memiliki kekerabatan yang jauh, yaitu dengan cara menggabungkan protoplas dari tanaman tetua yang satu dengan yang lainnya.
Hasil fusi yang disebut hibrida somatik terbukti dapat menggabungkan genetik dua jenis tanaman, sehingga seluruh gen di dua tetua bersatu di satu protoplas, kemudian diregenerasikan menjadi tanaman.
Ia mengatakan, pada tanaman yang dibudidayakan secara vegetatif, dan diambil panennya dalam bentuk umbi, hibrida somatik dapat langsung diperbanyak dalam skala luas melalui kultur jaringan.
Pada tanaman yang hasil panennya adalah biji, hibrida somatik yang fertil dapat masuk dalam program pemuliaan tanaman sebagai sumber gen yang dapat dipindahkan ke tanaman lain atau melalui serangkaian silang balik (backcross) untuk menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan.
"Dihasilkan 24 hibrida somatik yang masing-masing karakter unik dan tanpa biji," katanya.
Jeruk hasil fusi telah diuji adaptasinya di Malang, Banyuwangi, Cianjur, Garut dan Berastagi.
Prof. Agus mengembangkan metode baru dalam pemuliaan tanaman berupa metode non-konvensional dalam penyediaan bibit bermutu dan perakitan varietas baru untuk menjawab tantangan yang dihadapi sektor pertanian saat ini.
Pertambahan jumlah penduduk, menuntut suplai pangan tidak hanya kuantitatif tetapi juga kualitatif, sementara tantangan besar yang dihadapi semakin terdegradasinya lahan pertanian, dan serangan hama.
Di sisi lain, adanya sinyalemen penurunan konsumsi beras nasional dan meningkatnya permintaan produk holtikultura menjadi tantangan yang harus mendapat perhatian, jika tidak terpenuhi maka produk impor akan menguasai.
"Data menunjukkan, konsumsi buah, sayur, dan tanaman hias semakin meningkat dari tahun ke tahun," katanya.
Dalam orasinya Prof. Agus memaparkan metode non konvensional yang digunakannya dalam menyediakan bibit bermutu dan perakitan varietas baru sebagai salah satu solusi menghadapi segala tantangan tersebut.?
Menurut dia, saat ini diperlukan teknologi pembibitan yang menghasilkan bibit tanaman dengan cepat dan massal pada tanaman hortikultura.
Selama ini, penyediaan bibit dan perakitan varietas baru dengan metode pemuliaan konvensional.
"Pemuliaan konvensional itu artinya mendapatkan bibit unggul dengan penyilangan," katanya.
Proses penyilangan ini, lanjutnya, ada banyak sekali keterbatasan seperti sifat gen unggul yang tidak ada pada tanaman atau tidak bisa disilangkan karena jauh keragamannya, selain itu, proses untuk menghasilkan bibit unggulnya juga lama.
"Oleh karena itu, kami mengembangkan beberapa metode non konvensional untuk menyediakan bibit bermutu dan perakitan varietas baru," kata Prof Agus yang juga menjabat Wakil Rektor Bidang Sumberdaya, Perencanaan dan Keuangan IPB.
Ia menambahkan, metode non- konvensional ini bisa menghasilkan tanaman yang seragam (mirip dengan induknya), menghasilkan bibit dengan jumlah yang banyak dalam waktu singkat dan bibit dengan produktivitas yang tinggi.
Prof Agus Purwito memaparkan secara terperinci metode baru pemuliaan tanaman dalam orasi guru besar IPB yang berjudul "Kontribusi Metode Non-Konvensional dalam penyediaan bibit bermutu dan perakitan varietas baru".
Baca juga: Peneliti IPB ciptakan alat pengusir kucing
Baca juga: Mahasiswa IPB rancang Swarm-Ship jaga laut indonesia
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018