Jakarta (ANTARA News) - LSM Seven Strategic Studies (SSS) menilai pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada pilkada berada dalam tanggung jawab KPUD DKI Jakarta yang sekaligus menunjukkan buruknya penyelenggaran pilkada di Jakarta. "Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat dan pengawas serta pemantau pilkada, namun tidak mendapat respons yang positif dari KPUD bahkan perilakunya cenderung arogan," kata Wakil Koordinator SSS, Aldrin Situmeang, di Jakarta, Kamis. Ia menyebutkan sejumlah pelanggaran seperti hilangnya hak warga negara karena tidak terdata sebagai pemilih, padahal domisilinya tetap namun namanya tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Kemudian, masih terdapatnya pemilih siluman atau "ghost voters" yang tercantum di dalam DPT dan yang mendapatkan kartu pemilih jumlahnya diperkirakan antara 10 sampai 20 persen dalam bentuk pemilih ganda, sudah meninggal, anak-anak yang belum mempunyai hak pilih dan sudah pindah domisili. "Kemudian penggunaan fasilitas pemerintah daerah serta kampanye di luar jadwal resmi," katanya. SSS mendesak berbagai pihak untuk mengkaji ulang dan perbaikan ulang secara menyeluruh terhadap tata aturan dan perundang-undangan pilkada. "Termasuk pula untuk mengakomodasi calon independen, sebagai upaya menciptakan sistem pilkada yang demokratis dan berkualitas," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007