Sambelia (ANTARA News) - Aktivitas belajar siswa korban gempa bumi di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat, mulai normal kembali meski dilakukan di tenda-tenda darurat, seperti di SMPN 3 Sambelia, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur pascagempa bumi 6,4 Skala Richter yang mengguncang daerah itu pada Minggu (29/7) pagi,

"Aktifnya sejak Rabu (1/8) kemarin. Hanya saja, proses belajar tidak di dalam ruangan, tapi di halaman sekolah menggunakan tenda darurat," ujar Juned Bangkit Wahyu Laksono guru mata pelajaran PPKN di SMPN 3 Sambelia, Jumat.

Ia menuturkan, pascagempa, praktis aktivitas belajar mengajar tidak memungkinkan tetap dilakukan di ruang kelas. Sebab, 80 persen bangunan sekolah, seperti ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang kelas hingga tembok halaman sekolah kondisinya rusak parah akibat di guncang gempa.

"Hanya saja untuk metode belajarnya, kita tidak terapkan seperti biasa, karena anak-anak juga masih takut, makanya pelajaran yang kita terapkan sifatnya menghibur atau trauma healing. Jadi pendekatannya agar bagaimana anak-anak bisa melupakan bencana ini," ujarnya.

Terkait rehabilitasi bangunan sekolah pascagempa, ia mengaku belum tahu pasti tindak lanjutnya. Namun pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur sudah melakukan pendataan agar bisa dilakukan perbaikan.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur Lalu Suandi mengatakan pihaknya sudah melakukan pendataan sekolah yang mengalami kerusakan akibat gempa.

"Kalau SMP yang terdampak langsung itu ada dua SMP di wilayah Sambelia, kemudian di Sembalun dan Sambelia ada sekitar 14 SD, selebihnya itu ada TK," sebutnya.

Sedangkan terkait aktivitas belajar mengajar, pihaknya tidak pernah menetapkan hari libur sejak awal gempa. Namun karena masih dalam kondisi trauma dan fasilitas yang tidak memadai sehingga tidak memungkinkan dilakukan aktivitas belajar seperti biasa.

"Saat hari pertama dan kedua tanggap darurat itu tentu anak-anak belum bisa sekolah, tapi para guru sudah berada di sekolah sejak hari kedua, Senin (30/7). Nah masuk hari keempat kami hadirkan di sekolah untuk cek keberadaan anak anak biar tidak terlalu lama larut, metode pelajaran pun kita terapkan trauma healing," jelas Suandi.

Namun demikian, karena ruang sekolah tidak memungkinkan dipakai untuk belajar dan menghindari resiko yang lebih besar, aktivitas belajar pun dilakukan di tenda-tenda darurat.

"Gempa susulan kan masih terus terjadi, bahkan sampai malam. Makanya kita pastikan gedung mana yang bisa dipakai dan tidak bisa dipakai, tapi kita masih belum berani belajar di dalam ruangan maka kita dirikan tenda darurat," kata Suandi.

Baca juga: Korban gempa belajar di sekolah ramah anak
Baca juga: Kak Seto: anak-anak korban gempa NTB sudah ceria

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2018