Proses menggolkan RUU yang lebih dikenal sebagai RUU Masyarakat Adat ini dimulai sejak 2012, dengan liku-liku yang panjang. Sekretaris Jenderal PB AMAN, Rukka Sombolinggi, menyampaikan, RUU ini mendapat dukungan DPR pada periode sebelumnya.
"Tapi ketika Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) menunjuk Kementerian Kehutanan memimpin penyelesaian RUU ini dari pihak pemerintah, malah pembahasan RUU ini mandeg," ujar dia, di Jakarta, Jumat.
Pada 2018, ia mengatakan RUU Masyarakat Adat masuk Prolegnas dan menjadi inisatif DPR. Partai Nasional Demokrat (NasDem) merupakan partai yang mengusung dan mendorong RUU ini untuk disahkan DPR.
Lebih lanjut ia mengatakan Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan Surat Presiden dengan menunjuk Kementerian Dalam Negeri sebagai koordinator, dan lima Kementerian lainnya, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk membahas RUU Masyarakat Adat dari pemerintah.
"Kita perlu mengawal terus proses ini, karena jika tidak RUU MA akan hilang seperti yang lalu" ujar Sombolinggi.
Lebih dari 15 organisasi masyarakat sipil yang peduli akan isu perempuan, lingkungan, masyarakat adat dan demokrasi berkumpul pada 1 Agustus 2018 di Jakarta untuk urun rembug mengenai substansi Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (MA).
Menurut dia, RUU ini perlu mendapatkan dukungan dari kelompok masyarakat sipil yang lebih luas. Ini mempertimbangkan bahwa Masyarakat Adat adalah komponen penting bangsa Indonesia yang berperan menunjukkan identitas keberagaman bangsa, menjaga keberlangsungan lingkungan hidup, dan penyumbang pengetahuan dan ekonomi.
Pewarta: Virna Setyorini
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018