"Perempuan kalau punya akses, bisa memberikan partisipasi ke ekonomi lebih baik," kata Erwin dalam seminar "Women's Participation for Economic Inclusiveness" di Surabaya, Kamis.
Ia mengakui posisi perempuan di pekerjaan maupun literasi terhadap teknologi digital masih belum memadai dengan inklusi keuangan yang rendah.
Namun, revolusi digital yang sedang melanda saat ini tidak terhindarkan dan merupakan masa depan yang harus dihadapi oleh perempuan.
"Ini tantangannya, tapi pilihannya bukan menghindar dan ini harus dihadapi," katanya.
Untuk itu, tambah Erwin, pengenalan terhadap inklusi keuangan dapat dilakukan sebagai awalan, sebelumnya nantinya kepada teknologi digital.
"Berkembangnya 'e-commerce' juga telah memberikan ibu rumah tangga untuk berpartisipasi aktif di media sosial. Tidak harus ke kantor dan bisa kerja dirumah," katanya.
Sebelumnya, riset McKinsey Global Institute menyatakan penggunaan teknologi digital dapat mendorong peningkatan produktivitas para wirausahawati di Indonesia.
Saat ini UKM yang dimiliki perempuan telah berkontribusi terhadap PDB sebesar 9,1 persen, dengan bisnis yang dimiliki perempuan telah menjaring 35 persen pendapatan perdagangan online.
Meski demikian, masih banyak hal yang harus diupayakan untuk meningkatkan akses perempuan terhadap internet dan keuangan untuk meningkatkan literasi digital.
Dengan pelibatan perempuan dalam dunia digital serta pemberian akses, McKinsey menilai dapat tercipta peluang baru yang dapat meningkatkan prospek perekonomian Indonesia.
Dalam kesempatan terpisah, CEO Bubu.com Shinta Dhanuwardoyo menilai para perempuan mempunyai kapasitas untuk terlibat bisnis dengan memanfaatkan era teknologi digital.
Namun, menurut dia, pola pikir maupun kemauan perempuan untuk terlibat secara serius dalam bidang teknologi finansial belum sebesar laki-laki.
"Perempuan bisa mempunyai kapasitas di teknologi digital yang lebih canggih dan teliti. Tapi, mereka belum punya 'interest'," ujarnya.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018