Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI), Sarwono Kusumaatmadja mengatakan posisi Indonesia unik dalam pengendalian perubahan iklim karena dapat menciptakan berbagai peluang yang bisa direalisasikan.

"Kita tidak hanya sekedar menjadi ``victim` atau korban dari perubahan iklim, tapi kita juga mempunyai kapasitas untuk menjadi pemuka dalam isu ini," ujar Sarwono pada kegiatan Pojok Iklim bertema Instrumen Berbasis Pasar untuk Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Energi di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Sarwono mengungkapkan bahwa pencapaian target penurunan emisi dalam Persetujuan Paris tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja, peran serta sektor swasta untuk melakukan mitigasi pengurangan emisi juga diperlukan.

Baca juga: Negara-negara rentan beri peringatan soal kenaikan suhu 1,5 derajad Celsius
Baca juga: Ancaman kabut asap saat Asian Games? Ini kata dirjen kementerian lingkungan

Ia mengatakan instrumen yang harus dikenal adalah pendekatan pasar untuk menetukan harga karbon.

"Sudah ada yang mulai perdagangan karbon sehingga perlu kebijakan untuk mendukungnya. Sekarang sudah ada PP 46/2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, mudah-mudahan pertemuan ini juga bisa mempercepat perpres untuk pendanaan lingkungan hidup," ujar dia.

Menurut dia, yang perlu diingat ada "player" pengemisi ikut bermain. Perhatikan jangan sampai tertipu karena dulunya mereka ambil posisi sebagai "high emitter".

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ruandha mengatakan untuk menjamin pendanaan Lingkungan Hidup termasuk pendanaan iklim, perlu dilihat berbagai sumber pendanaan termasuk dari swasta dan bagaimana mekanisme yang tepat atas keterlibatan pihak swasta tersebut.

Ruandha kemudian menjelaskan aksi mitigasi untuk pencapaian target NDC (dokumen Niat Kontribusi Nasional /Nationally Determined Contributions) melalui sektor energi.

Upaya yang akan dilakukan Indonesia adalah efisiensi penggunaan energi final, pemanfaatan teknologi batubara bersih, produksi listrik energi baru terbarukan, penggunaan bahan bakar nabati (mandatory B30) pada sektor transportasi, penambahan jaringan gas, dan penambahan stasiun pengisian bahan bakar gas.

Hadir pula sebagai pembicara di Pojok Iklim, Asisten Unit Kerja Presiden-Pengendalian Perubahan Iklim Moekti H. Soejachmoen yang sekaligus negosiator Artikel 6 Persetujuan Paris di bawah UNFCCC, Carbon Market Expert Andi Samyanugraha juga menyampaikan paparannya tentang potensi dan risiko instrumen mitigasi berbasis pasar dalam pencapaian NDC

Pewarta: Virna Puspa Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018