Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Indonesian Institute Fadel Basrianto mengatakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai satu-satunya partai yang tidak mengajukan mantan terpidana korupsi sebagai calon anggota legislatif menjadi fenomena menarik dalam perekrutan caleg.
Sebagai partai baru, kecil, dengan tingkat elektabilitas rendah, kata Fadel, PSI justru melakukan `filter` dan seleksi melalui tokoh-tokoh yang memiliki kapabilitas untuk mencari kader yang diajukan sebagai calon anggota parlemen.
"Partai politik lain, partai politik besar yang sudah mapan, perlu merasa terpukul oleh PSI yang kecil, tetapi sudah melakukan perannya sebagai partai politik," ucap Fadel.
Sesuai data yang dikeluarkan Bawaslu, terdapat ratusan caleg mantan terpidana korupsi. Mereka menyebar di 15 dari 16 parpol peserta Pemilu 2019. Hanya PSI yang tidak mengajukan caleg demikian.
Dalam daftar itu, Partai Gerindra menjadi partai yang paling banyak menyertakan nama mantan napi korupsi, yaitu 27 orang, diikuti oleh Partai Golkar 25 orang, NasDem 17 orang, Berkarya 16 orang, Hanura 15 orang, PDIP 13 orang, Demokrat 12 orang, Perindo 12 orang, PAN 12 orang, PBB 11 orang, PKB delapan orang, PPP tujuh orang, PKPI tujuh orang, Garuda enam orang, PKS lima orang.
Menurut Fadel, pengajuan mantan narapidana korupsi bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik kepada partai politik dan juga parlemen.
"Implikasi seriusnya adalah publik tidak percaya pada demokrasi karena partai politik pilar dari demokrasi," ujarnya.
Sebelumnya Direktur Indonesia Budget Center Roy Salam mengatakan harus ada perubahan untuk pemilu ke depan dari pemilu-pemilu sebelumnya yang ditandai dengan calon legislatif bersih.
Untuk itu, menurut Roy, komitmen partai politik untuk tidak mengusung caleg yang pernah terjerat kasus korupsi menjadi sangat penting.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto menduga parpol-parpol tersebut tetap nekat mencalonkan eks koruptor karena memiliki kepentingan mendongkrak perolehan suara.
"Mereka berharap basis suara dan modal dari para mantan napi korupsi itu," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018